#Event_1_karya_1_hari_dalam_30_hari
#JisaAFTa
Karya ke-22
JODOH
Jam menunjukkan pukul 12.00 WIB.
Mataku sulit dipejamkan. Sudah kubuat nulis puisi, cerpen, naskah buku masih
belum ngantuk.
Aku buat baca Al
Qur’an, nonton TV ah mengapa saya tetap tak ngantuk. Aku ingat tadi sore ketika
selesai sholat ashar aku minum kopi. Apa gara-gara itu. Ah gawat apa lagi minum
kopi ditambah ketemu manta pacar. Padahal aku sudah mau menikah satu bulan
lagi. Krisna kenapa kau masih muncul di depanku. Bukankah kau berjanji kalau
putus denganku kau tak kan melihatku lagi dan pergi jauh dariku.
Aku dan Krisna tak pernah berpacaran
seperti ala anak muda sekarang. Pergi berdua kemana aja mereka suka. Ayah ibuku
selalu menekankan aturan. Jangan main terlalu lama sama cowok ah, tidak boleh
diantar pulang sama teman laki. Semula aku menentang tapi setelah kusadari
keinginan orang tuaku baik maka aku menurutinya. Dan aku sama krisna hanya
ketemuan di perpustakaan saat pulang kuliah. Waktu itu kami minum jus alpukat
bersama. Ada hal serius yang diomongkan Krisna padaku. “Din, aku dijodohkan
sama orang tuaku.” “Dengan siapa?” tanyaku. “Dengan dokter teman kakakku.” “Lalu
kamu bagaimana mau gak?” “Ya enggaklah aku sayang kamu Din. Sekarang ini hanya
ada Dina Anggraeni di hatiku. Tapi bagaimana aku melawan ibuku. Ia ingin
seorang menantu dokter.” “Wah serius nich?” “Serius Din.” “Ya udah nikah aja.”
“Tidak beri waktu aku untuk merayu ibuku Din, agar aku boleh menikah denganmu.”
“Sampai kapan?” “Tiga bulan Din.” “Kalau waktu tiga bulan itu keputusan ibumu
dan kamu tidak bisa menikah dengan lalu bagaimana nasipku? Aku sudah llulus
kuliah. Dan abiku kalau dalam dua bulan ini kamu tidak melamarku aku harus
menerima lamaran Pak Guru Darwis.” “Hadech Din berat banget pilihannya.” Kami
hening sejenak minum jus apukat.
“Ya udah Din sama dua bulan kalau aku
belum bisa melamarmu kau boleh menikah dengan siapa saja menurut orang tuamu
baik. Tapi kau jangan dendam padaku ya.” “Tidak Mas, aku yakin jodoh itu hanya
ketentuan Tuhan yang harus diikuti. Kalau memang mas Krisna adalah jodohku
pasti ada jalan untuk itu. Kalau tidak tak kan sampai pada tujuan.” “Kenapa
kamu bisa setenang itu Din?” “Lalu mau ribut apa masa aku perempuan harus
bacokan sama calonmu enggak to mas?” “Atau aku harus memarahi ibumu yang kurang
setuju denganku? Pasti itu takkan pernah kulakukan. Karena semua ibu temanku
sudah kuanggap seperti ibuku.” “Apa kamu tidak sedih Tin?” “ Ya sedih mas
namanya saja cinta kita diujung tanduk? Tapi tidak boleh bunuh diri kan mas
menurut agama.” “Iya sich Din.”
Dua bulan berlangsung. Mas Krisna
kembali dinas di luar kota. Dan tahu nggak yang paling menyedihkan buat aku.
Sebenarnya sekenario perpisahanku dengan mas Krisna udah di atur sama kakak
iparnya. Terbukti sore ini aku didatangi seorang laki laki yang itu teman
kuliahku katanya disuruh oleh kakaknya bahwa aku harus berpisah dengan
kakaknya. Kalau tidak mau berpisah aku harus menikah dengan mas Krisna dan
harus mau jadi istri keduannya. Menurutnya ibunya tak mengapa karena mas Krisna
berasal dari keluarga yang berpoligami. Ah aku hampir mau karena aku sangat
mencintai mas Kris. Tapi ayahku sangat menentang. Ayah tidak boleh anaknya jadi
istri kedua atau pun pertama begitu juga ibuku. Mereka terbiasa monogami. Maka ayah memaksaku untuk menikah pak Guru
Darwis. “Apa yang kamu tunggu dari Krisna Din? Kepastian? Sudah dua bulan
janjinya. Lalu keluarganya banyak yang tidak setuju denganmu? Sebaiknya kamu
pertimbangkan. Apa kurangnya Darwis Coba? Ia juga guru, PNS, tampan dan
bertanggung jawab menurutku.” “Iya pak bapak benar.” “Lalu kau memilih siapa
sekarang?” “ Baik saya menurut bapak.
Tanpa sengaja seperti diseret arus aku
menuruti kata Bapak tanpa telepon pada mas Kris. Akhirnya Bapakku pun
menyampaikan pada pak guru Darwis. Rencana lamaran pun digelar. Rencananya
minggu depan. Tak sengaja ketika aku kuliah akhir bimbingan skripsi melihat mas
Kris nongkrong di gazebo perpus. “Din kita bicara di kafe aja?” “Apa yang kita
bicarakan.” “Ya pernikahan kita. Mau apa
lagi?” “Betulkah?” “Lalu kenapa kakakmu menyuruhku harus mau jadi istri kedua.
Yang menyebabkan ayahku tidak setuju?” “Yang menyuruh kakaku siapa Din? Aku
tidak menyuruhnya kenapa kau tidak telepon aku?” “Aku panik mas dalam detik
waktu yang diberikan kakakmu aku dan ayah tak bisa biacara lagi.” “Sebentar aku
telepon kakak ya?” “Hallo. Kak Imarah. Ini aku Krisna. Oh kau sudah pulang ini
ditunggu calon istrimu.” “Kakak jangan suka memaksa ya?” “Aku sudah berbincang
dengan ibu dan ibu menyetujuiku menikah dengan Dina Anggraeni dengar itu kak.
Kau boleh mencampuri urusanku apa saja tapi jangan dengan pemilihan jodohku
kak.” “Dasar anak bego diatur dikasih yang bagus malah menolak.” “Menikah itu
masalah hati kak.” “Ya udah nikah aja sama calon orang.”
“Din, boleh aku minta telepon guru
Darwis?” “Untuk apa kak?” “Untuk membicarakan kita. Dari laki-laki ke
laki-laki. “Jangan berantem ya.” “Enggaklah kecuali dia nonjok ya aku pukuli.”
“Tidak saya kasih kalau begitu.” “Ya udah aku tak kan memukulnya.” “Meski dia
memukulmu?” “Iya”
Dari pembicaraan
lewat elepon aku dengar pak Guru Darwis setuju. Kita ketemu di Lapangan Golf
dekat kampus Dina. Malam hari agak sepi Cuma bertiga. “Ada apa ada hal yang
ingin dibicarakan?” “Iya pak Guru, ini masalah Dina. Aku dulu berjanji sama
Dina dalam waktu dua bulan akan melamarnya.” “Tapi kamu tidak melamarnya kan
dalam waktu dua bulan itu?” “ Cuma selisih satu hari pak, karena tiket pulang
terlambat. Waktu itu hpku habis baterynya powerku ketinggalan ditempat kerja.
Tolong aku pak saya sangat mencintainya.” “Plak!” Tayangan pukulan mendarat di
muka mas Kris. Aku menjerit. Kulihat mas Kris tidak membalas. Di pukul lagi
perutnya hingga jatuh pingsan. Aku berteriak minta tolong.
“Tolong!.....Tolong!...... dalam waktu sekejab tukang becak sekitar kampus
datang memukuli pak guru sampai babak belur.
“Pak tong berhenti pak semua temanku,
ayo kita bawa ke rumah sakit.” “Oalah Ning Ning saya kira dia perampok.” Ayo
kita antar pakai angkotku aja.” “Mobilnya ada pak milik mas Kris.” Sambil
terisak aku mengantar kedua lelaki yang mencintaiku ke rumah sakit. Aku merasa
berdosa. Kenapa aku mengizinkan mas Kris ketemu sama pak guru. Di rumah sakit
aku menunggu mas Kris. Karena dia tidak punya keluarga selama dua hari ini ayah
dan ibunya di luar negeri. Sedangkan pak guru ditunggu keluarganya. Aku juga
merasa bersalah telah menyebabkan pertikaian ini. Suatu siang aku ingin ke
kamar pak guru kulihat dia sudah duduk di kursi ruang dengan seorang perawat.
Aku tidak langsung masuk. Kudengar dia berbincang bincang. “Kenapa bercinta
saja harus babak belur?” “Yaitu Ra, aku gak ngerti. Tadinya aku yang memukul.
Tapi dia tidak membalas. Padahal aku tahu dia itu punya kesempatan untuk
membalas. Setelah dia pingsan Dina berteriak. Lalu orang-orang salah paham
dikira aku penjahat lalu dipukui.” “Untung kamu selamat. Kalau tidak tidak ada
lagi guru idolaku.” “Kenapa kau tak pernah membenci aku.” “Cinta tak pernah
kenal kata benci. Kalau jodoh tak kan kemana. Bukankah kau sakit juga diantar
ke tanganku. Kalau akau masih salah mencintaimu maafkan aku. “Maafkan aku Rara,
dulu aku mengira gadis yang mengutarakan cintanya terlebih dahulu itu play
girl. Nyatanya selama aku dirawat di sini selama dua hari ini tidak ada cowok
yang nyamperin kamu. Tahu nggak kenapa nggak ada yang nyamperin. Karena yang
dijodohkan denganku sudah kau pukuli hingga pingsan.” “Ha! Siapa benarkah dia
Krisna?”
Mendengar ucapan Rara perawat itu aku
kaget sekaligus menjatuhkan gelas yang kupegang. Terpaksa membuyarkan obrolan
mereka berdua. “Hai kenapa kau di situ sini ayo kita bicara empat mata, tu
Krisna ada di luar ajak masuk sini!” Aku jadi kikuk perawat itu familier banget
sama mas Krisna. “Kris setelah kejadian ini kau mau menikahiku atau menikahi
Dina Anggaeni.” “Menikahi Dina Anggraeni.” “Kenapa kau tak membalas bogeman pak
guru idolaku?” “Aku sudah janji pada Dina kalau aku cinta sama Dina harus
bicara baik-baik dan tidak boleh melukainya. Aku yakin, kalu Dina cinta aku
punya cara untuk menolongku. “Gila.” “Bagaimana pak guru Darwis kau mau menikah
dengan siapa?” Tiba-tiba suaranya ibunya pak guru Darwis dari balik pintu.
“Dengan perawat Rara Mulyaningrum Buk.” “Baik. Anak-nakku mulai sekarang kau tidak
boleh bermusuhan. Cintailah insan di dunia dengan cara yang arif dan benar.
Jangan mail okol kalau gak jodoh malu kan?” “Iya bu Krisna juga saya ajarkan
begitu.” Suara mamanya Krisna aku kenal itu. Dina kalau kau menikah dengan
Krisna kau harus sabar Dia itu anak tunggal tapi bertanggung jawab kok.
Kebetulan Rara ini saudaranya menantu saya, maunya kami jodohkan tapi mereka
berdua tidak akur. Amu bagaimana lagi.” “Ya namanya Jodoh Jeng mamanya pak guru
Darwis menimpali.”
0 komentar:
Posting Komentar