Blog kepenulisan

Sabtu, 28 April 2018

SAJADAH HIJAU/ CERPEN EVENT



#Event_1_karya_1_hari_dalam_30_hari
#JisaAFTa
Karya ke-23
SAJADAH HIJAU

          Hempasan angin sore menyingkap kelambu asrama sekolah di bukit Nuris. Sekolah Favorit. Aku di sini semua karenaMu ya Alloh. Tiada yang lain. Bagaimana mungkin aku seorang anak dari keluarga tidak mampu. Karena kau beri aku sebuah pemikiran yang menurut mereka cerdas padahal menurutku aku hanya anak yang beruntung. Beruntung memiliki ibu yang selalu mendoakan, rela ditinggal di rumah oleh anaknya untuk mencari ilmu. Dalam sajadah hijau ini kulihat senyum ibu yang selalu tulus. Akan kutulis setiap hari puisi-puisi untuk ibu. Aku yakin Tuhan tahu dan mengabulkan keinginanku suatu hari ketika aku sudah lulus nanti.
Sajadah Hijau
Dalam hempas angin sore
Ada wajah ibu dalam sajadah
Mengulum senyum di ujung waktu
Menahan rindu untuk bertemu
Mengukir kasih di sela-sela isak
Ibu...........
Aku merindumu jua dalam simpanan angin waktu aku menunggu bisa dalam dekapmu
          Suasana terasa sunyi. Sore ini anak-anak semua ke ruang tamu menerima kunjungan keluarga. Aku tak bisa berharap itu. Ibuku pasti sedang mengumpulkan uang agar setahun sekali baru bisa ketemu di asrama mewah ini. Rumahku dengan bukit Nuris ini amat jauh. Butuh traspot banyak. Butuh naik pesawat. Ah jangankan untuk naik peasawat tiap bulan untuk makan tiap bulan sudah bersyukur. Biasanya ibu hanya mengirimkan surat dan uang saku lewat pos. Ah ibu semoga aku punya waktu untuk membalas semua perjuanganmu.

          Sore ini kubuka surat dari ibu pertama kali di Bukit Nuris ini.
Salam kangen dari ibu yang hanya bisa menulis doa untukmu. Kuharap kau di tempat baru tabah dalam menuntut ilmu. Sebab ayahmu juga berjuang di negeri orang untukmu mencari ilmu. Semoga kau dan ayahmu tetap dalam lindungan Alloh SWT. Jangan Lupa  Sholat. Ibu yang berharap kau berhasil.    
          Tak kusadari buliran bening ini mengukir kertas yang kubaca. Aku tak boleh menangis. Aku harus belajar. Supaya beasiswaku tak sia-sia. Supaya harapan ibu tak sia-sia. Aku tahu ibu menyembunyikan keadaan ayah. Selama ini ibu selalu bilang ayah bekerja. Tapi aku tak pernah lihat ibu terima kiriman uang dari ayah. Tapi ibu selalu memberiku kesan bangga pada ayah. Ibu selalu bilang kalau ayah dulu pamit kerja. Semoga ini benar. Kubuka foto ayah yang diberikan ibu padaku. Ah menurut ibu aku mirip ayah benarkah? Kulihat memang benar. Ah semoga ayah berhasil dalam bekerja. Semoga pikiran-pikiran burukku karena ayah tak pernah kirim uang sama ibu dihapus oleh Tuhan.

          Hari semakin malam tugas sudah hampir selesai kukerjakan. Tinggal beberapa halaman saja. Ah setelah selesai aku ambil air wudhu, sholat malam. Kudoakan ibuku yang setia menunggu di rumah. Kudoakan ayahku yang wajahnya kulihat hanya lewat foto saja. Semoga Tuhan berikan aku waktu suatu hari bertemu dengan ayah dan bisa bersama ibu. Sampai hampir pagi aku baru bisa tidur.

******************** ********* *********************

Tak terasa aku sudah hampir satu tahun sekolah di sini. Tentu rasa rindu kepada ibuku tetap terasa. Meski sudah hampir terbiasa dan aku sudah tidak suka menangis lagi ketika debar rindu ini ingin bertemu dengan ibu. Buku-buku puisiku yang kutulis tentangku dan kerinduaku pada ibu sudah terbit. Ah menjadi tambahan penghasilanku juga walau belum begitu banyak. Sebagian kusimpan aku berharap nanti ketika ibu hendak berkunjung aku bisa memberikan kejutan uang saku dan baju-baju kesukaan ibuku. Semua kutabung di bank terdekat. Aku juga sudah mulai punya sahabat. Selsa namanya. Ia sangat baik. Menurut orang-orang di sini aku seperti anak kembar. Bagai pinang dibelah dua wajahku dan Selsa. Dia pandai juga. Bahasa Inggrisnya sangat lancar. Satu kamar juga denganku. Ah anaknya meski agak bawel tapi sangat peduli. Ia selalu memberiku oleh-oleh dari orang tuanya. Kue, buku senantiasa berbagi denganku.
         
          Suatu sore waktu aku dan Selsa belajar tiba-tiba foto ayah terjatuh. “Ah siapa ini?” tanya Selsa. “Ayahku.” “Jawabku. Ah masa wajah ayahmu mirip sekali dengan ayahku. Bagaimana mungkin.” “Ah kembar kali, kembar wajah maksudku.” Aku menimpali sambil bergurau. “Ah lihat kurepro ya di hpku biar kuberitahu ayah bahwa kita tidak hanya kembar wajah tapi kembar ayah.” Ah kamu tidak tahu Selsa bahwa itu tidak kembar, kalau ayahmu perhatian tiap dua bulan sekali ke sini. Selalu kirim transfer uang untukmu. Tapi ayahku. Namun aku tak mungkin ini kuceritakan padamu Selsa. Biarlah ini menjadi rahasiaku bersama ibu. Karena ibuku berpesan agar mendoakan ayah saja. Tidak boleh menceritakan atau menanyakannya.

          Malam hari. Sedang belajar di ruang tengah Asrama. Aku belajar bersama Selsa. Tiba tiba pintu asrama diketuk. “Selsa ayahmu datang dan ingin mengajakmu jalan-jalan,” kata pengurus asrama. “Baik!” Selsa menghambur menghampiri ayahnya. Aku berdiri bengong melihat sosok ayah Selsa yang benar-benar kembar dengan foto ayahku. “Dewi Ayu?” Tiba-tiba ayah Selsa menyebut nama ibuku. “Kau mirip sekali Dewi Ayu.” “Siapa Dewi ayu tanya Selsa.” “Dia adalah istri papa juga. Sebelum aku menikahi mamamu. Waktu itu dia baru berumur satu tahun anak gadis kami ketika kami harus bercerai.” Rasanya dunia berputar benar-benar gelap. Tapi aku harus kuat aku tidak boleh pingsan. Benarkah ini ayahku juga ayah Selsa. Kata ibu ayah bekerja, ternyata ia menikah lagi dan memiliki anak sebaya denganku sekolah di sini sama denganku. Dahiku serasa mengkerut. Aku belum percaya.

          Malam ini Selsa jalan-jalan bersama ayahnya. Aku tadi juga diajak tapi aku belum siap. Aku belum bisa menerima bahwa dia ayahku. Bagaimana ini terjadi. Kenapa ibu begitu menyembunyikanku tentang semua ini. Kenapa? Pasti nanti kalau pulang akan kutanyakan semuanya. Oh ibu ingin aku pulang menemuimu. Tapi jarak begitu jauh. Dan sekolahku masih enam bulan lagi. Aku harus bertahan. Aku harus lulus. Pukul sembilan malam kenapa Selsa belum pulang juga. Kenapa aku memikirkannya ya. Padahal ia adalah anak dari orang yang merebut ayahku selama ini. Ah tapi dia baik padaku. Selalu berbagi. Ia juga tidak tahu kisah ini semua pantaskah aku membencinya. Aku tidak boleh membencinya. Ibuku tidak pernah mengajari membenci orang lain. Tuhan maafkan aku yang belum bisa menerima bahwa bahwa ayah Selsa juga ayahku.

          Pintu kamar terbuka. Seorang gadis ceria menenteng belanjaan. Ia buka semua kue-kue dan baju belinya dua. “Kau tahu kenapa ayah membeli dua.” Aku hanya menggeleng kepala. Selsa nerocos. “Semalam ayah sudah bercerita banyak padaku.” Katanaya. “Sebelum menjengukku ke sini, ayahku bertemu dengan ibumu di sebuah kota tempat ayah bertugas. Dari pertemuan itu ibumu bercerita pada ayah bahwa anaknya juga putri ayahku sedang sekolah di sini. Sejak itulah ayah memberiku uang saku dobel yang kuberikan padamu. Aku semula juga tidak mau menerima. Tapi melihat kelembutanmu padaku di sini juga cerita ayah aku berfikiran tidak ada alasan aku untuk membencimu. Maka kuberikan semua uang saku yang dititipkan ayah padamu. Kuharap kau tidak membenci ayah. Ya ayah kita. Lihatlah kau juga dibelikan baju dan kue-kue. Lain waktu kau jangan menolaknya untuk pergi bersama kita saat kunjungan. Aku sudah menerimamu sebagai saudara. Kuharap kau menyayangiku. Suara Selsa bagai membelah batinku. Aku hanya diam. Secara reflek kamipun berpelukan. “Aku tidak punya saudara di sini. Saudaraku hanya kamu. Bagaima denganmu apa juga menganggapku saudaramu?” “Ya, kau saudaraku. Tiba-tiba aku bisa bicara. Selsa suka mendengar itu.

******  *********  *********  ******

          Akhirnya kami pun selesai sekolahnya. Dan hari ini akan wisuda. Aku sudah janji dengan ibu kewat telepon. Beberapa bulan lalu ayah membelikan aku dan ibu telepon genggam agar kami bisa komunikasi. Bajuku dan Selsa di belikan kembar sama ayah. Sore ini terasa indah karena ibu sudah akan tiba di sini untuk menghadiri acara wisudaku besuk. Aku dan selsa menunggu orang tua kami di taman sekolah. Kulihat ada mobil ayahnya Selsa merapat di parkiran dekat taman. Kenapa masih terasa ayahnya Selsa, terasa bukan ayahku. Kulihat mobil terbuka pintu depannya. Lalu keluar sopirnya dalah ayahnya ee ayahku juga. Lalu turun sekarang membuka pintu sebelah kiri. Tampak seorang perempuan sangat cantik dan anggun. Oh jantungku terkejut antara rindu dan kaget. Betaba itu ibuku. Tapi kenapa bisa bersama ayah. Suara nyletuh dari bibirku terdengar oleh Selsa. “Rumi, ku panggil kau kak Rumi sebab umurmu lebih tua empat bulan dari aku. Kukembalikan ayah pada ibumu padamu juga dengan mengijinkan ayah meniahi ibu Dewi ayu. Kuharap kau tak menolak ini dan bisa memaafkan ayah juga ibuku. Aku mohon kak. Dan jangan nodai wisuda keberhasilan kita dengan kisah sedih masa lalu. Sekarang kuharap ayahku juga ayahmu. Dan ibumu juga menjadi ibuku karena ibuku telah tiada.” Kami pun berpelukan dengan erat. Dan tangan ibuku merangkul kami berdua. Rasanya tak ada alasan lagi aku jengkel sebab inilah yang kupinta setiap malam dalam di atas sajadah hijau.
Share:

Selasa, 24 April 2018

JODOH/ CERPEN EVENT



#Event_1_karya_1_hari_dalam_30_hari
#JisaAFTa
Karya ke-22


JODOH

          Jam menunjukkan pukul 12.00 WIB. Mataku sulit dipejamkan. Sudah kubuat nulis puisi, cerpen, naskah buku masih belum ngantuk.
Aku buat baca Al Qur’an, nonton TV ah mengapa saya tetap tak ngantuk. Aku ingat tadi sore ketika selesai sholat ashar aku minum kopi. Apa gara-gara itu. Ah gawat apa lagi minum kopi ditambah ketemu manta pacar. Padahal aku sudah mau menikah satu bulan lagi. Krisna kenapa kau masih muncul di depanku. Bukankah kau berjanji kalau putus denganku kau tak kan melihatku lagi dan pergi jauh dariku.

          Aku dan Krisna tak pernah berpacaran seperti ala anak muda sekarang. Pergi berdua kemana aja mereka suka. Ayah ibuku selalu menekankan aturan. Jangan main terlalu lama sama cowok ah, tidak boleh diantar pulang sama teman laki. Semula aku menentang tapi setelah kusadari keinginan orang tuaku baik maka aku menurutinya. Dan aku sama krisna hanya ketemuan di perpustakaan saat pulang kuliah. Waktu itu kami minum jus alpukat bersama. Ada hal serius yang diomongkan Krisna padaku. “Din, aku dijodohkan sama orang tuaku.” “Dengan siapa?” tanyaku. “Dengan dokter teman kakakku.” “Lalu kamu bagaimana mau gak?” “Ya enggaklah aku sayang kamu Din. Sekarang ini hanya ada Dina Anggraeni di hatiku. Tapi bagaimana aku melawan ibuku. Ia ingin seorang menantu dokter.” “Wah serius nich?” “Serius Din.” “Ya udah nikah aja.” “Tidak beri waktu aku untuk merayu ibuku Din, agar aku boleh menikah denganmu.” “Sampai kapan?” “Tiga bulan Din.” “Kalau waktu tiga bulan itu keputusan ibumu dan kamu tidak bisa menikah dengan lalu bagaimana nasipku? Aku sudah llulus kuliah. Dan abiku kalau dalam dua bulan ini kamu tidak melamarku aku harus menerima lamaran Pak Guru Darwis.” “Hadech Din berat banget pilihannya.” Kami hening sejenak minum jus apukat.

          “Ya udah Din sama dua bulan kalau aku belum bisa melamarmu kau boleh menikah dengan siapa saja menurut orang tuamu baik. Tapi kau jangan dendam padaku ya.” “Tidak Mas, aku yakin jodoh itu hanya ketentuan Tuhan yang harus diikuti. Kalau memang mas Krisna adalah jodohku pasti ada jalan untuk itu. Kalau tidak tak kan sampai pada tujuan.” “Kenapa kamu bisa setenang itu Din?” “Lalu mau ribut apa masa aku perempuan harus bacokan sama calonmu enggak to mas?” “Atau aku harus memarahi ibumu yang kurang setuju denganku? Pasti itu takkan pernah kulakukan. Karena semua ibu temanku sudah kuanggap seperti ibuku.” “Apa kamu tidak sedih Tin?” “ Ya sedih mas namanya saja cinta kita diujung tanduk? Tapi tidak boleh bunuh diri kan mas menurut agama.” “Iya sich Din.”

          Dua bulan berlangsung. Mas Krisna kembali dinas di luar kota. Dan tahu nggak yang paling menyedihkan buat aku. Sebenarnya sekenario perpisahanku dengan mas Krisna udah di atur sama kakak iparnya. Terbukti sore ini aku didatangi seorang laki laki yang itu teman kuliahku katanya disuruh oleh kakaknya bahwa aku harus berpisah dengan kakaknya. Kalau tidak mau berpisah aku harus menikah dengan mas Krisna dan harus mau jadi istri keduannya. Menurutnya ibunya tak mengapa karena mas Krisna berasal dari keluarga yang berpoligami. Ah aku hampir mau karena aku sangat mencintai mas Kris. Tapi ayahku sangat menentang. Ayah tidak boleh anaknya jadi istri kedua atau pun pertama begitu juga ibuku. Mereka terbiasa monogami.  Maka ayah memaksaku untuk menikah pak Guru Darwis. “Apa yang kamu tunggu dari Krisna Din? Kepastian? Sudah dua bulan janjinya. Lalu keluarganya banyak yang tidak setuju denganmu? Sebaiknya kamu pertimbangkan. Apa kurangnya Darwis Coba? Ia juga guru, PNS, tampan dan bertanggung jawab menurutku.” “Iya pak bapak benar.” “Lalu kau memilih siapa sekarang?” “ Baik saya menurut bapak.

          Tanpa sengaja seperti diseret arus aku menuruti kata Bapak tanpa telepon pada mas Kris. Akhirnya Bapakku pun menyampaikan pada pak guru Darwis. Rencana lamaran pun digelar. Rencananya minggu depan. Tak sengaja ketika aku kuliah akhir bimbingan skripsi melihat mas Kris nongkrong di gazebo perpus. “Din kita bicara di kafe aja?” “Apa yang kita bicarakan.”  “Ya pernikahan kita. Mau apa lagi?” “Betulkah?” “Lalu kenapa kakakmu menyuruhku harus mau jadi istri kedua. Yang menyebabkan ayahku tidak setuju?” “Yang menyuruh kakaku siapa Din? Aku tidak menyuruhnya kenapa kau tidak telepon aku?” “Aku panik mas dalam detik waktu yang diberikan kakakmu aku dan ayah tak bisa biacara lagi.” “Sebentar aku telepon kakak ya?” “Hallo. Kak Imarah. Ini aku Krisna. Oh kau sudah pulang ini ditunggu calon istrimu.” “Kakak jangan suka memaksa ya?” “Aku sudah berbincang dengan ibu dan ibu menyetujuiku menikah dengan Dina Anggraeni dengar itu kak. Kau boleh mencampuri urusanku apa saja tapi jangan dengan pemilihan jodohku kak.” “Dasar anak bego diatur dikasih yang bagus malah menolak.” “Menikah itu masalah hati kak.” “Ya udah nikah aja sama calon orang.”

          “Din, boleh aku minta telepon guru Darwis?” “Untuk apa kak?” “Untuk membicarakan kita. Dari laki-laki ke laki-laki. “Jangan berantem ya.” “Enggaklah kecuali dia nonjok ya aku pukuli.” “Tidak saya kasih kalau begitu.” “Ya udah aku tak kan memukulnya.” “Meski dia memukulmu?” “Iya”
Dari pembicaraan lewat elepon aku dengar pak Guru Darwis setuju. Kita ketemu di Lapangan Golf dekat kampus Dina. Malam hari agak sepi Cuma bertiga. “Ada apa ada hal yang ingin dibicarakan?” “Iya pak Guru, ini masalah Dina. Aku dulu berjanji sama Dina dalam waktu dua bulan akan melamarnya.” “Tapi kamu tidak melamarnya kan dalam waktu dua bulan itu?” “ Cuma selisih satu hari pak, karena tiket pulang terlambat. Waktu itu hpku habis baterynya powerku ketinggalan ditempat kerja. Tolong aku pak saya sangat mencintainya.” “Plak!” Tayangan pukulan mendarat di muka mas Kris. Aku menjerit. Kulihat mas Kris tidak membalas. Di pukul lagi perutnya hingga jatuh pingsan. Aku berteriak minta tolong. “Tolong!.....Tolong!...... dalam waktu sekejab tukang becak sekitar kampus datang memukuli pak guru sampai babak belur.

          “Pak tong berhenti pak semua temanku, ayo kita bawa ke rumah sakit.” “Oalah Ning Ning saya kira dia perampok.” Ayo kita antar pakai angkotku aja.” “Mobilnya ada pak milik mas Kris.” Sambil terisak aku mengantar kedua lelaki yang mencintaiku ke rumah sakit. Aku merasa berdosa. Kenapa aku mengizinkan mas Kris ketemu sama pak guru. Di rumah sakit aku menunggu mas Kris. Karena dia tidak punya keluarga selama dua hari ini ayah dan ibunya di luar negeri. Sedangkan pak guru ditunggu keluarganya. Aku juga merasa bersalah telah menyebabkan pertikaian ini. Suatu siang aku ingin ke kamar pak guru kulihat dia sudah duduk di kursi ruang dengan seorang perawat. Aku tidak langsung masuk. Kudengar dia berbincang bincang. “Kenapa bercinta saja harus babak belur?” “Yaitu Ra, aku gak ngerti. Tadinya aku yang memukul. Tapi dia tidak membalas. Padahal aku tahu dia itu punya kesempatan untuk membalas. Setelah dia pingsan Dina berteriak. Lalu orang-orang salah paham dikira aku penjahat lalu dipukui.” “Untung kamu selamat. Kalau tidak tidak ada lagi guru idolaku.” “Kenapa kau tak pernah membenci aku.” “Cinta tak pernah kenal kata benci. Kalau jodoh tak kan kemana. Bukankah kau sakit juga diantar ke tanganku. Kalau akau masih salah mencintaimu maafkan aku. “Maafkan aku Rara, dulu aku mengira gadis yang mengutarakan cintanya terlebih dahulu itu play girl. Nyatanya selama aku dirawat di sini selama dua hari ini tidak ada cowok yang nyamperin kamu. Tahu nggak kenapa nggak ada yang nyamperin. Karena yang dijodohkan denganku sudah kau pukuli hingga pingsan.” “Ha! Siapa benarkah dia Krisna?”

          Mendengar ucapan Rara perawat itu aku kaget sekaligus menjatuhkan gelas yang kupegang. Terpaksa membuyarkan obrolan mereka berdua. “Hai kenapa kau di situ sini ayo kita bicara empat mata, tu Krisna ada di luar ajak masuk sini!” Aku jadi kikuk perawat itu familier banget sama mas Krisna. “Kris setelah kejadian ini kau mau menikahiku atau menikahi Dina Anggaeni.” “Menikahi Dina Anggraeni.” “Kenapa kau tak membalas bogeman pak guru idolaku?” “Aku sudah janji pada Dina kalau aku cinta sama Dina harus bicara baik-baik dan tidak boleh melukainya. Aku yakin, kalu Dina cinta aku punya cara untuk menolongku. “Gila.” “Bagaimana pak guru Darwis kau mau menikah dengan siapa?” Tiba-tiba suaranya ibunya pak guru Darwis dari balik pintu. “Dengan perawat Rara Mulyaningrum Buk.” “Baik. Anak-nakku mulai sekarang kau tidak boleh bermusuhan. Cintailah insan di dunia dengan cara yang arif dan benar. Jangan mail okol kalau gak jodoh malu kan?” “Iya bu Krisna juga saya ajarkan begitu.” Suara mamanya Krisna aku kenal itu. Dina kalau kau menikah dengan Krisna kau harus sabar Dia itu anak tunggal tapi bertanggung jawab kok. Kebetulan Rara ini saudaranya menantu saya, maunya kami jodohkan tapi mereka berdua tidak akur. Amu bagaimana lagi.” “Ya namanya Jodoh Jeng mamanya pak guru Darwis menimpali.”  
Share:

Puisi Event Jisa/ Al Bashiir



#Event_1_hari_1_Puisi_dalam_100_hari
#JisaAfta
Puisi ke-27  tahap-2

Al Bashiir

Semut hitam yang berjalam di dalam gulita tak kan lepas dari penglihatan Allah
Wahai Al Bashiir
Selembar daun yang jatuh dalam pengawasanMu
Bagaimana hamba masih berfikir untuk bersembunyi dariMu

Lalu aku lupa dalam detik waktu
Kadang menganggap Kau tak ada
Sebab berfikiran tak ada yang tahu ketika sejumlah angka kusembunyikan di balik sakuku

Ya Rob.... Ya Rob....Ya Bashiir....Ya Bashiir....
Aku berlindung  padaMu dari sikap menganggap Engkau tidak melihatku
Padahal setiap kedip aku dalam pengawasanMu
Bahkan Alunan nafaskudalam detak yang terukur olehMu
Aku tak kuasa menambah atau mengurangi ukuran nafasku

Al BashiirMu yang memberiku anugerah
Hingga mata lentikku bisa melihat dunia penuh warna
Al BashiirMu yang menuntun mata hatiku mengikuti naluriku
Al Bashiir....Al Bashiir....Aku tak mampu melihatMu
Sedang Engkau mengawasiku
Aku adalah debu tak berarti tanpa penjagaanMu
Engkau ketat tak mengikat
Engkau gulita tak membuat gelap
Engkau maha melihat tapi tak semena-mena

Al Bashiir....Al Bashiir....Al Bashiir....
Engkau sempurnakan penglihatanku juga batinku
Dari sebutir daging yang hina
Aku berlindung dari rasa tak merasa bahwa kau maha kuasa dalam pengawasan umatMu

Ria, 24 April 2018
(Di Balik Keindahan NamaMu)
Share:

Advertisement

BTemplates.com

Elegant Themes

Advertisement

Popular Posts