#Event_1_karya_1_hari_dalam_30_hari
#JisaAFTa
Karya ke-19
BONPRING
Perjalanan
penjelajahan sudah hampir magrib reguku tiba di pos terakhir. Sampai di hutan
bambu terasa begitu mencekam. Suara ringkik kuda kudengar menakutkan. Aku
bersama Tea, Jamil, Rita, laily, Iyis, Rika, Monik, bertujuh menyelusuri hutan
bambu yang kian pekat. Jalanan yang kian gelap membuat kami harus menggunakan
senter. “Suara kuda tadi di mana ya?” Tiba-tiba Tea menanyakan padaku. “Ah
jangan pikirkan itu, yang terpenting bagaimana kita bisa terbebas dari hutan
bambu yang menakutkan ini. Kenapa tadi kita bisa kesasar ya? Apakah ada yang
jail mengganti petunjuk arah?” tanyaku tak ada yang menjawab.
Regu
20, ketuanya Laily. Ah tak perlu takut sebenarnya sebab dia menguasai bela
diri. Kami bertujuh ada tiga yang menguasai beladiri Taekwondo. Yaitu ketua
regu, Tea dan Monik. Rita, rika dan aku menguasai sandi-sandi. Iyis pandai
sekali menari dan menyanyi. Ah tapi kami bertujuh orang bilang pasukan tahan
banting. Meski mendaki bukit-bukit. Tiba-tiba di tengah hutan kira kira pukul
20.00 WIB, ada segerombol orang berpakaian serba hitam menghadang perjalanan
kami. “Berhenti! Siapa kalian. Malam-malam masih di hutan bambu ini.” “Kami
regu pramuka yang sedang melaksanakan jelajah alam.” “Oh jelajah alam. Kenapa
sampai selarut ini.” “Ya kami tersesat. Tolong kami pak.” “Ha haha kami akan
menolongmu. Ikutilah kami.”
Kami
pun sepakat untuk mengikuti kelompok berseragam hitam-hitam itu. Namun terasa
perjalanan kami semakin jauh dari bumi perkemahan. “Kenapa terasa semakin jauh
dari bumi perkemahan?”, tanya Tea. “Ah menurutmu lewat mana yang lebih dekat.
Apa kamu tahu jalannya?” “Tidak hanya perasaanku saja,” jawab Tea. “Ya terasa
semakin bukan jalan menuju kampung kemah,” Timpalku. “Ya betul,” kata Jamil.
“Aku takut,” seru Rita. “Kenapa kita tidak kembali saja ke jalan tadi, kita
bisa terlambat api unggun kalau begini?” kata Iyis “Ah jangan pikir api unggun dulu yang penting
bisa keluar dari kampung mengerikan ini!” bentak Rika. “Berhenti grak!”
Kudengar aba-aba dari laily ketua regu kami. “Kita putuskan berhenti di sini!”
siapa yang hpnya masih hidup. Punyaku mati kata Laily.” Hpku jawabku. “Tolong
hubungi Pos komando. Kita tersesat.” Baik. Hp kukeluarkan dari tas. Memang aku
sengaja untuk membiarkan hpku mati dulu biar gantian saat hendak menghidupkan
hp, tiba-tiba tangan kekar menarikku. Bug! Tendangan dari Laily membuat lelaki
itu roboh. Hp yang tadi diambil dari tanganku terpental dan Tea segera
mengambilnya.
Aku
benar-benar ketakutan. Iyis menangis. Rita mengeluarkan Hp juga. Rupanya ia
berhasil menguhungi pos penjagaan panitia. Tapi
gerombolan penjahat itu marah. Mereka mengeluarkan senjata. “Ah jangan
teriakku ketakutan. Tea, Laily dan Monik siap siaga dengan tongkat di tangan
mengambil kuda-kuda. Tidak ada senjata yang kami bawa. Kami hanya regu pramuka.
Hanya pisau kecil terselip di pinggang. Itu pun bukan untuk berkelai. Saat
semakin genting. Iyis yang tadinya menangis kulihat mulai diam ketakutan. Aku
sendiri berjaga jaga saja. Aku sebenarnya takut juga. Karena aku tidak bisa
bela diri.
Prak
tongkat Laily patah terkena serangan pedang. Monik memukul tengkuk penjahat
yang satunya hingga pingsan. Tapi masih ada empat penjahat. Tea segera melempar
pisau tepat mengenai kaki salah satu penjahat. Dia jatuh. Ah masih ada tiaga
penjahat lagi. Yang satu mendekatiku. Tiba-tiba plak serangan monik mengenai
rahangnya.
Teman
penjahat itu tidak terima yang dua meneyekapku di bawah pohon. Mereka mengikat
dengan tali pramuka. Kalau temannku tidak mau menyerah akan membunuhku. Pedang
diayunkan oleh penjahat itu. “Aaaaah aku berteriak ketakutan. Entahlah apa yang
kupikirkan aku tidak tahu. Yang kutahu semua teman membangunkanku. Ternyata aku
pingsan saat penjelajahan. Lalu dibawa ke puskesmas. Dan aku bermimpi sepanjang
perjalanan. Ah jadi malu kulihat ada kepala sekolah. Juga guru-guru yang
mendampingi perkemahan. “Ah sudah siuaman!” suara Tea kudengar di sebelahku.
“Ah kenapa kamu pingsan jadi tidak merasakan serunya penjelajahan.” “Tapi
mimpiku sangat seru monik” “Ah kamu, rugi ikut kemah kalau hanya untuk
bermimpi.” Seru Rita. Ayo makan yang banyak biar api unggun nanti tidak pingsan
dan bisa bernyanyi bersama Iyis, kata Rika meledekku. Pak Guru Afta yang dari
tadi melihat celoteh kami di ruang puskesmas hanya tersenyum. “Apa kamu pulang
saja Ria?” “Ah tidak pak aku ingin sampai besuk terakhir. Insyaalloh kuat pak.
Entahlah kenapa tadi waktu penjelajahan bisa begitu. Aku mohon maaf ya pak,
jadi merepotkan semua orang. Ya sudah kembali kalian ke tenda. Dan Ria
istirahat dulu ya. Sampai jam sebelas nanti api unggun dimulai.” “Iya pak”
jawabku dengan nada malu. “Ah bonpring penuh kisah,” bisikku dalam hati.
0 komentar:
Posting Komentar