Blog kepenulisan

Kamis, 19 November 2020

Hadiah Ultah untuk adiknya Mentor Mohamad Iskandar

*Embun Doa*
: _Sri Wahyuni_

Embun doa menetes di sudut hati
Membasahi perjalananmu
Bening, kilaunya menyejuk kalbu seperti itulah kau dalam kurun pergantian pagi
Untuk sebuah nama Sri adalah padi dalam filosofi Jawa engkau seorang dewi
Nanti kan menjadi bulir yang kian merunduk dan berisi

Dalam diri, leburlah keangkuhan
O, usia adalah perjalanan
Alangkah nikmat lukisan kisah

Semoga tetap menjadi embun
Runtuhnya tak gagu
Indah dalam paras dan kalbu

Walau belum pernah kulihat kerling indah dalam rona mata yang kau miliki
Aku tumpahkahkan doa seribu cahaya menghiasi langit hatimu
Hening dalam lahir
Yang tersurat adalah kisah
Untuk memahami yang tersirat dalam nurani
Nirwana hidup yang kau harap
Indah di bumi waktu

Bukit Nuris, 20 November 2020
Share:

Selasa, 03 November 2020

Kelahiran

KELAHIRAN

Tangisan melengking
Ah bayi mungil 
Senyum ibu
Mengembang

Bukit Nuris, 3 November 2020
Share:

Jumat, 23 Oktober 2020

Puisi Riami Pilihan Kompasiana.com

Sumber gambar: Pixabay.com

Tentang Penulis


Riami, tinggal di Malang. Pernah menulis di Malang Post, penulis buku " Catatan Harian Belajar di Bukit  Nuris", "Pelangi Kerinduan", " Kisah Romansa di Negeri Awan", dan "Serpihan-serpihan Kisah Kita", “Dua Mata Haiku bersama Mohamad Iskandar”, "Sajak Biru"  aktif menulis di kompasiana.com, aktif di Group Sahabat Guru Super Indonesia, sedang mendalami haiku di Group Kelas Puisi Alit (KEPUL) yang diampu oleh penyair Mohamad Iskandar. Mendalami Puisi bebas di Kelas AIS (Asqalani Imagination School) diampu oleh Muhammad Asqalani eNeSTe,  Mengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang. Instagram: Riami7482, Facebook: Ria Mi, Blog kepenulisan pribadi: http://riaminuris.blogspot.co.id, No. WA: 085100054846.






*Bayang Cinta di Tengah Hujan*
Oleh: Riami

setidaknya aku berharap kau tetap memikirkanku, seperti sore ini
bayang wajahmu jatuh di jendela kamarku dan sedikit pun tak terhalang oleh embun yang memenuhi kaca jendela

bayang wajah sederhana, penuh tatap sendu tak kan bisa dihapus oleh seribu rintik

ah, cinta memang bukan untuk dihapus
tapi takdir telah membuat kisahnya sendiri
pada butiran waktu aku bisa saja tak melupakanmu

dalam pesan sore yang kuterima lewat email
aku pun tahu bahwa dalam diri dan hatimu hanya ada aku 
yang kau simpan di butiran hujan
setiap musim kau undang dalam hatimu

seperti aku mengundang bayangmu kemari 
hingga setiap rintiknya ada wajahmu

Bukit Nuris, 23 Oktober 2020





Share:

Kamis, 22 Oktober 2020

Pengantar Buku "Harmoni Tiga Penjuru"

Penulis puisi adalah seorang yang berdaya merangkai kata, menggali makna dari kedalaman kasih-Nya. Penulis puisi adalah pemilik jalan sunyi yang sering memaknai keheningan diri dan Tuhan dalam tiap rekaan tulisan. Buku Harmoni Tiga Penjuru ini menjadi saksi keberadaan penulis puisi, puisi-puisi pendek yang tercipta dari berbagai tema dan nuansa terangkai indah sebagai cara mengasihi semesta, keberadaannya semoga menjadi salah satu monumen sastra. Buku puisi yang berisi 90 karya dari tiga penulis beda kota ini menyimpan kekayaan batin dalam berbagai warna, harmoni kehidupan yang tertata jadi cerita.

Ada banyak puisi cantik dalam buku ini, saya ambil beberapa karya sebagai contoh:

Malaikat Kecilku
_Rizki_

Engkaulah malaikat yang dikirim Tuhan
Mengarungi rimba kehidupan, tak segampang syair yang dinyanyikan burung Prisk di pucuk pohon bunga Sabrust

Dalam dendang lagu kehidupan, kita pernah nyanyikan lagu jangan pernah berhenti
Lalu kau ulangi lagi reff yang seharusnya sudah selesai
Katamu ini untuk senyum kita

Bukit Nuris, 25 September 2020
~ Riami ~

Puisi ini mencerminkan rasa kasih antar manusia, gaya bahasa yang indah menjadi keistimewaanya
Puisi yang diciptakan oleh Riami ini membawa pembaca ke satu ruang khusus dimana keterikatan rasa antar manusia menjadi gema. 
Saya bawa juga satu puisi lain karya Ani berikut ini:

Secangkir Teh

dinginnya pagi
di balkon secangkir teh menanti
resapan hangat merasuk tubuh
membawa aroma kebahagiaan

Bangil, 23 September 2020

Puisi di atas menceritakan suasana pagi dengan bahasa sederhana tetapi mengena, kebiasaan kecil masyarakat nusantara yang membuka jendela pagi dengan secangkir teh atau secangkir kopi adalah ritual yang patut diapresiasi

            

Pengungkapan yang sederhana dan dekat dengan kehidupan rakyat kecil saya masukkan dalam puisi berjudul:

Menaiki Becak

        _Mbah Dhar_

di tubuh bongkok
tercatat ruang doa
api di jiwa
menyalakan hasrat gembira

Pandean, 23 September 2020

Puisi ini terinspirasi dari kisah hidup seorang tua bernama Mbah Dhar yang sekian tahun mencari nafkah dengan menjadi penarik becak di kota metropolitan Surabaya, tubuhny yang bongkok disebabkan karena sering tidur di atas becak, meski begitu beliau selalu gembira merayakan ikhtiar hidup dalam doa. 
Ada pepatah mengatakan "PUISI PUNYA NASIBNYA SENDIRI" begitu juga puisi-puisi pendek dalam Harmoni Tiga Penjuru ini punya nasibnya sendiri dalam persepsi pembaca. Semoga menambah ramai khasanah kesusastraan nusantara raya dan menjadi bacaan asyik di segala suasana
Tentu saja ada kelebihan dan kekurangan dalam setiap karya cipta, kami meminta maaf jika masih banyak kekurangan dalam buku ini.

Selamat membaca dan bergembira

Demak, 04 Oktober 2020
Mohamad Iskandar
Share:

hujan


*Hujan*
Oleh: Riami

Tawa bersorai
Hujan basahi badan
Berlarian di halaman
Ciss gigi basah! Bibir basah! Rambut basah!

Tawa ukir sejarah
Badan kuyup hati gembira
Masa kecil tak terkira
Hujan es! Hujan es! Hujan es!

Tawa cekikak-cekikik
Es sebesar kerikil
Menimpa dahi, menimpa kaki
Hub! Es sebesar kerikil masuk di kerongkongan
Dingin, tapi tawa hangat menyergap
Gigil tlah lupa

Bukit Nuris, 22 Oktober 2020
Share:

Minggu, 09 Februari 2020

Puisi-puisi Asqalani eNesTe

Muhammad Asqalani eNeSTe. Seorang pembelajar yang tak kunjung pintar. Berumah di kata-kata. Hinggap di Community Pena Terbang (COMPETER). Gemar belajar Bahasa Spanyol dan Bahasa HatiMu. IG: @muhammadasqalanie

Unpromising Appearance

Mirkat yang malang, mengapung di dingin dan bening danau. Barakai tersadai kehilangan warna kulit serta harapan hidup. Fawase yang melompati fase takdir buruk. Dalam cerita itulah Diero merawat mimpi buruk dan harapan indah. Jiwanya adalah kaca buram yang ditenggelamkan ke dasar kolam Mirkat, kaca yang berubah-ubah warna kulit Barakai ajaib, juga suara Fawase yang menggema runtuhkan airmata. Diero menjuluk mangga ke surga, pohonnya adalah hampir putus asa. Telaga. Dari situlah puisi mengisi kepala Anda.

Februari 2020

Batik Dolly

Seribu kupu-kupu hinggap di batik kotor yang sampir di jemuran ibu, ketika ibu mengambil batik itu seribu kupu-kupu hirap, selamanya mungkin tak lagi hinggap.  Hati ibu ngaga, entah mengapa. Airmatanya genang mengenang neraka.

Di luar daun jarak pagar hijau sangar, ditimpa lampu seberang jalan. Ibu mengoles airmatanya seperti mengoles minyak zaitun pemberian paman tambun. Sejenak nyeri pun timbun. Dua jenak ibu bergelimbun minta ampun.

Dari jendela kaca ayah menyeka embun, di bahunya sampir batik panjang dolly. Serasa telanjang ayah malu diri, ke selasar ia menyusur sunyi.

Di sana aku menyusu pada ujung paku, yang hendak kutikamkan ke karat takdir ayah dan ibu --yang menjadahkan aku.


Villa Happy 2020
Share:

Sabtu, 08 Februari 2020

Puisi-puisi Asqalani eNesTe


Muhammad Asqalani eNeSTe. Seorang pembelajar yang tak kunjung pintar. Berumah di kata-kata. Hinggap di Community Pena Terbang (COMPETER). Gemar belajar Bahasa Spanyol dan Bahasa HatiMu. IG: @muhammadasqalanie

Unpromising Appearance

Mirkat yang malang, mengapung di dingin dan bening danau. Barakai tersadai kehilangan warna kulit serta harapan hidup. Fawase yang melompati fase takdir buruk. Dalam cerita itulah Diero merawat mimpi buruk dan harapan indah. Jiwanya adalah kaca buram yang ditenggelamkan ke dasar kolam Mirkat, kaca yang berubah-ubah warna kulit Barakai ajaib, juga suara Fawase yang menggema runtuhkan airmata. Diero menjuluk mangga ke surga, pohonnya adalah hampir putus asa. Telaga. Dari situlah puisi mengisi kepala Anda.

Februari 2020

Batik Dolly

Seribu kupu-kupu hinggap di batik kotor yang sampir di jemuran ibu, ketika ibu mengambil batik itu seribu kupu-kupu hirap, selamanya mungkin tak lagi hinggap.  Hati ibu ngaga, entah mengapa. Airmatanya genang mengenang neraka.

Di luar daun jarak pagar hijau sangar, ditimpa lampu seberang jalan. Itu mengoles airmatanya seperti mengoles minyak zaitun pemberian paman tambun. Sejenak nyeri pun timbun. Dua jenak ibu bergelimbun minta ampun.

Dari jendela kaca ayah menyeka embun, di bahunya sampir batik panjang dolly. Serasa telanjang ayah malu diri, ke selasar ia menyusur sunyi.

Di sana aku menyusu pada ujung paku, yang hendak kutikamkan ke karat takdir ayah dan ibu --yang menjadahkan aku.


Villa Happy 2020
Share:

Advertisement

BTemplates.com

Elegant Themes

Advertisement

Popular Posts