Blog kepenulisan

Sabtu, 28 November 2020

Sajak di Atas Laut

Sumber gambar: Pixabay.com

*Sajak di Atas Laut*
Oleh: Riami

Engkau tak pernah menghitung berapa tetes peluhmu dalam mengarungi laut menuju pintu gerbang penuang ilmu

Di atas laut segalanya bisa terjadi, tapi keyakinan mengalahkan segala
Dan sajak-sajak nyata yang kau ukir di atas perahu pasti akan bercerita bagaimana engkau berebut pagi dengan camar 

Buku-buku dalam tas yang basah adalah sajak terindah yang kau persembahkan buat negeri juga sekuntum hati

Berhari, dalam detik terlewati
Pukul 5.15, lebih 3 detik aku melepas lambaimu di atas perahu
Dan hatiku bergemuruh dalam pasrah dan doa-doa untukmu bapak guru
Pasti suatu hari setiap yang kau lewati menjadi sajak indah di hari senjamu

Bukit Nuris, 29 November 2020
Share:

Minggu, 22 November 2020

Puisi Dwi Candra

Dwi Candra Loka Saputra atau biasa dipanggil Dwi Candra, lahir di Malang, 10 Juli 2004. Mencintai sastra sejak di SMP (2018) dan saat ini (2020) ia tengah menempuh pendidikan di SMKN 7 Malang. Menjadi pemuda yang multitalenta adalah salah satu impiannya. Bisa dibuktikan dengan banyaknya hobi yang ia lakukan: seni rupa, tanaman, kerajinan tangan,  fotografi, videografi, dan desain, serta hal-hal lain yang tidak terduga. Orang sering heran dengan kesukaanya yang lain (lebih tepatnya kebiasaanya) yaitu minum kopi, entah kenapa, tapi mereka sering menganggap turunan dari kakeknya yang juga suka minum kopi. Kalau mau menghitung kesibukannya berkarya, bisa dilihat di akun instagramnya: @dwicandra.saputra sebagai media sastra dan @candraart_ sebagai media seni rupa.


Sehabis Malam Tenggelam

Sehabis malam tenggelam
kaupun mengerti:
cermin di lemari itu 
tak lagi memimpikan bayangmu,
koran yang bertumpuk itu
telah berparuh dengan debu,

kau juga mengerti:
bunga di halaman gugur, 
gerimis datang selirih perahu meraih tepi,

kini kaupun juga mengerti:
orang-orang bertandang
berkumpul
menyaksikanmu mandi, 
berpakaian, 
dan barangkali
mereka ikut-ikutan
membuangmu ke liang
     ketika reda gerimis panjang

Sedang burung segera bergegas
dan embun terkesiap mengangguk
ketika kau lewat dengan harum
     seharum ayat berdengung


Dwi Candra, Malang, 2020
Share:

Kamis, 19 November 2020

Hadiah Ultah untuk adiknya Mentor Mohamad Iskandar

*Embun Doa*
: _Sri Wahyuni_

Embun doa menetes di sudut hati
Membasahi perjalananmu
Bening, kilaunya menyejuk kalbu seperti itulah kau dalam kurun pergantian pagi
Untuk sebuah nama Sri adalah padi dalam filosofi Jawa engkau seorang dewi
Nanti kan menjadi bulir yang kian merunduk dan berisi

Dalam diri, leburlah keangkuhan
O, usia adalah perjalanan
Alangkah nikmat lukisan kisah

Semoga tetap menjadi embun
Runtuhnya tak gagu
Indah dalam paras dan kalbu

Walau belum pernah kulihat kerling indah dalam rona mata yang kau miliki
Aku tumpahkahkan doa seribu cahaya menghiasi langit hatimu
Hening dalam lahir
Yang tersurat adalah kisah
Untuk memahami yang tersirat dalam nurani
Nirwana hidup yang kau harap
Indah di bumi waktu

Bukit Nuris, 20 November 2020
Share:

Selasa, 03 November 2020

Kelahiran

KELAHIRAN

Tangisan melengking
Ah bayi mungil 
Senyum ibu
Mengembang

Bukit Nuris, 3 November 2020
Share:

Jumat, 23 Oktober 2020

Puisi Riami Pilihan Kompasiana.com

Sumber gambar: Pixabay.com

Tentang Penulis


Riami, tinggal di Malang. Pernah menulis di Malang Post, penulis buku " Catatan Harian Belajar di Bukit  Nuris", "Pelangi Kerinduan", " Kisah Romansa di Negeri Awan", dan "Serpihan-serpihan Kisah Kita", “Dua Mata Haiku bersama Mohamad Iskandar”, "Sajak Biru"  aktif menulis di kompasiana.com, aktif di Group Sahabat Guru Super Indonesia, sedang mendalami haiku di Group Kelas Puisi Alit (KEPUL) yang diampu oleh penyair Mohamad Iskandar. Mendalami Puisi bebas di Kelas AIS (Asqalani Imagination School) diampu oleh Muhammad Asqalani eNeSTe,  Mengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang. Instagram: Riami7482, Facebook: Ria Mi, Blog kepenulisan pribadi: http://riaminuris.blogspot.co.id, No. WA: 085100054846.






*Bayang Cinta di Tengah Hujan*
Oleh: Riami

setidaknya aku berharap kau tetap memikirkanku, seperti sore ini
bayang wajahmu jatuh di jendela kamarku dan sedikit pun tak terhalang oleh embun yang memenuhi kaca jendela

bayang wajah sederhana, penuh tatap sendu tak kan bisa dihapus oleh seribu rintik

ah, cinta memang bukan untuk dihapus
tapi takdir telah membuat kisahnya sendiri
pada butiran waktu aku bisa saja tak melupakanmu

dalam pesan sore yang kuterima lewat email
aku pun tahu bahwa dalam diri dan hatimu hanya ada aku 
yang kau simpan di butiran hujan
setiap musim kau undang dalam hatimu

seperti aku mengundang bayangmu kemari 
hingga setiap rintiknya ada wajahmu

Bukit Nuris, 23 Oktober 2020





Share:

Kamis, 22 Oktober 2020

Pengantar Buku "Harmoni Tiga Penjuru"

Penulis puisi adalah seorang yang berdaya merangkai kata, menggali makna dari kedalaman kasih-Nya. Penulis puisi adalah pemilik jalan sunyi yang sering memaknai keheningan diri dan Tuhan dalam tiap rekaan tulisan. Buku Harmoni Tiga Penjuru ini menjadi saksi keberadaan penulis puisi, puisi-puisi pendek yang tercipta dari berbagai tema dan nuansa terangkai indah sebagai cara mengasihi semesta, keberadaannya semoga menjadi salah satu monumen sastra. Buku puisi yang berisi 90 karya dari tiga penulis beda kota ini menyimpan kekayaan batin dalam berbagai warna, harmoni kehidupan yang tertata jadi cerita.

Ada banyak puisi cantik dalam buku ini, saya ambil beberapa karya sebagai contoh:

Malaikat Kecilku
_Rizki_

Engkaulah malaikat yang dikirim Tuhan
Mengarungi rimba kehidupan, tak segampang syair yang dinyanyikan burung Prisk di pucuk pohon bunga Sabrust

Dalam dendang lagu kehidupan, kita pernah nyanyikan lagu jangan pernah berhenti
Lalu kau ulangi lagi reff yang seharusnya sudah selesai
Katamu ini untuk senyum kita

Bukit Nuris, 25 September 2020
~ Riami ~

Puisi ini mencerminkan rasa kasih antar manusia, gaya bahasa yang indah menjadi keistimewaanya
Puisi yang diciptakan oleh Riami ini membawa pembaca ke satu ruang khusus dimana keterikatan rasa antar manusia menjadi gema. 
Saya bawa juga satu puisi lain karya Ani berikut ini:

Secangkir Teh

dinginnya pagi
di balkon secangkir teh menanti
resapan hangat merasuk tubuh
membawa aroma kebahagiaan

Bangil, 23 September 2020

Puisi di atas menceritakan suasana pagi dengan bahasa sederhana tetapi mengena, kebiasaan kecil masyarakat nusantara yang membuka jendela pagi dengan secangkir teh atau secangkir kopi adalah ritual yang patut diapresiasi

            

Pengungkapan yang sederhana dan dekat dengan kehidupan rakyat kecil saya masukkan dalam puisi berjudul:

Menaiki Becak

        _Mbah Dhar_

di tubuh bongkok
tercatat ruang doa
api di jiwa
menyalakan hasrat gembira

Pandean, 23 September 2020

Puisi ini terinspirasi dari kisah hidup seorang tua bernama Mbah Dhar yang sekian tahun mencari nafkah dengan menjadi penarik becak di kota metropolitan Surabaya, tubuhny yang bongkok disebabkan karena sering tidur di atas becak, meski begitu beliau selalu gembira merayakan ikhtiar hidup dalam doa. 
Ada pepatah mengatakan "PUISI PUNYA NASIBNYA SENDIRI" begitu juga puisi-puisi pendek dalam Harmoni Tiga Penjuru ini punya nasibnya sendiri dalam persepsi pembaca. Semoga menambah ramai khasanah kesusastraan nusantara raya dan menjadi bacaan asyik di segala suasana
Tentu saja ada kelebihan dan kekurangan dalam setiap karya cipta, kami meminta maaf jika masih banyak kekurangan dalam buku ini.

Selamat membaca dan bergembira

Demak, 04 Oktober 2020
Mohamad Iskandar
Share:

hujan


*Hujan*
Oleh: Riami

Tawa bersorai
Hujan basahi badan
Berlarian di halaman
Ciss gigi basah! Bibir basah! Rambut basah!

Tawa ukir sejarah
Badan kuyup hati gembira
Masa kecil tak terkira
Hujan es! Hujan es! Hujan es!

Tawa cekikak-cekikik
Es sebesar kerikil
Menimpa dahi, menimpa kaki
Hub! Es sebesar kerikil masuk di kerongkongan
Dingin, tapi tawa hangat menyergap
Gigil tlah lupa

Bukit Nuris, 22 Oktober 2020
Share:

Advertisement

BTemplates.com

Elegant Themes

Advertisement

Popular Posts