Mengapa Aku Membaca Kitab Semilir
Karya Jisa Afta
Sebuah Apresiasi oleh Riami
Perhatikan kalimat yang ditulis oleh Jisa Afta
"Inilah Kitab semilir untukmu
Kutulis dengan darah yang mengalir dari luka jiwaku
Kekasih,,"
Nazam tak Berdahak, jisa Afta: 28
Saya benar benar belajar mengolah rasa ketika membaca kalimat itu. Bagaimana sebuah kepedihan tetap menimbulkan semangat untuk menikmati hidup dengan tegar. Pada kalimat inilah semilir untukmu, kita bisa merasakan sebuah angin sejuk merasuk dalam jiwa. Sebuah nasehat yang lembut. Lebih hebat lagi ditulis "Kutulis dengan darah yang mengalir dari luka jiwaku kekasih."
Disini saya temukan bahwa karya sastra kalimatnya harus mampu membuat pembacanya memiliki kekuatan ketika sedang sedih atau menderita. Pada " kutulis dengan darah yang mengalir" saya mengartikan itu sebuah kehidupan yang harus dipelihara terus sampai alirannya terhenti oleh yang berhak memberhentikan. "...dari luka jiwaku kekasih..." memberikan rasa meski luka tetap menyayangi disebut kekasih bukan berarti orang yang selalu harus kita miliki kalau digandeng kata luka lalu kekasih merupakan dua hal kontra diksi yang memberikan kekuatan pada orang untuk saling mengasihi karena Tuhan.
Selanjutnya
" kepergianmu adalah kehidupan andai kubisa menari seindah malaikat
Tapi aku lelaki....
Hanya bisa berlari bagaikan lukisan patung yang memegang patung, dan jari jemarinya mengepakkan ayat-ayat resah, lalu seseorang bertanya kepadaku,,, inikah kitab semilir...?
Ketika kepergian dianggap sebuah kehidupan, maka disinilah letak kepasrahan yang luar biasa. Dan bagai lukisan patung memegang patung artinya disitu sudah tidak tumbuh hasrat lagi ketika kepergian itu melaju. Dan ".. Lalu seseorang bertanya" dan peristiwa yang menyedihkan atau menyakitkan kadang banyak yang bertanya termasuk diri sendiri inikah kitab semilir/ keindahan.
Apa jawab jisa dalam karyanya
" Lalu kurendahkan sujudku, lebih rendah dari dosaku, agar Tuhan menyayangiku, mempertemukan hatimu dan hatiku."
Nazam tak Berdahak: 29
Dalam sebuah tulis di dalam jiwa jika jawabnya mengantar pada keindahan sujud yang lebih rendah dari dosa adalah lebih rendah dari kesombongan yang kita miliki. Maka jika demikian yang terjadi Tuhan pasti menyayangi dan bertemu hati tidak selalu bertemu fisik. Bertemu hati adalah sebuah kedamaian ketika kita harus mengenang sebuah nama dalam suka maupun duka kita tetap memiliki semangat. Dan aku sepaham dengan kitab semilir karena aku belajar melukis debu dari bara api yang melahap rasa dengan berusaha memahami yang terbaik dalam kehidupan.
Salam semilir
Riami, 18 Okt 2017
Karya Jisa Afta
Sebuah Apresiasi oleh Riami
Perhatikan kalimat yang ditulis oleh Jisa Afta
"Inilah Kitab semilir untukmu
Kutulis dengan darah yang mengalir dari luka jiwaku
Kekasih,,"
Nazam tak Berdahak, jisa Afta: 28
Saya benar benar belajar mengolah rasa ketika membaca kalimat itu. Bagaimana sebuah kepedihan tetap menimbulkan semangat untuk menikmati hidup dengan tegar. Pada kalimat inilah semilir untukmu, kita bisa merasakan sebuah angin sejuk merasuk dalam jiwa. Sebuah nasehat yang lembut. Lebih hebat lagi ditulis "Kutulis dengan darah yang mengalir dari luka jiwaku kekasih."
Disini saya temukan bahwa karya sastra kalimatnya harus mampu membuat pembacanya memiliki kekuatan ketika sedang sedih atau menderita. Pada " kutulis dengan darah yang mengalir" saya mengartikan itu sebuah kehidupan yang harus dipelihara terus sampai alirannya terhenti oleh yang berhak memberhentikan. "...dari luka jiwaku kekasih..." memberikan rasa meski luka tetap menyayangi disebut kekasih bukan berarti orang yang selalu harus kita miliki kalau digandeng kata luka lalu kekasih merupakan dua hal kontra diksi yang memberikan kekuatan pada orang untuk saling mengasihi karena Tuhan.
Selanjutnya
" kepergianmu adalah kehidupan andai kubisa menari seindah malaikat
Tapi aku lelaki....
Hanya bisa berlari bagaikan lukisan patung yang memegang patung, dan jari jemarinya mengepakkan ayat-ayat resah, lalu seseorang bertanya kepadaku,,, inikah kitab semilir...?
Ketika kepergian dianggap sebuah kehidupan, maka disinilah letak kepasrahan yang luar biasa. Dan bagai lukisan patung memegang patung artinya disitu sudah tidak tumbuh hasrat lagi ketika kepergian itu melaju. Dan ".. Lalu seseorang bertanya" dan peristiwa yang menyedihkan atau menyakitkan kadang banyak yang bertanya termasuk diri sendiri inikah kitab semilir/ keindahan.
Apa jawab jisa dalam karyanya
" Lalu kurendahkan sujudku, lebih rendah dari dosaku, agar Tuhan menyayangiku, mempertemukan hatimu dan hatiku."
Nazam tak Berdahak: 29
Dalam sebuah tulis di dalam jiwa jika jawabnya mengantar pada keindahan sujud yang lebih rendah dari dosa adalah lebih rendah dari kesombongan yang kita miliki. Maka jika demikian yang terjadi Tuhan pasti menyayangi dan bertemu hati tidak selalu bertemu fisik. Bertemu hati adalah sebuah kedamaian ketika kita harus mengenang sebuah nama dalam suka maupun duka kita tetap memiliki semangat. Dan aku sepaham dengan kitab semilir karena aku belajar melukis debu dari bara api yang melahap rasa dengan berusaha memahami yang terbaik dalam kehidupan.
Salam semilir
Riami, 18 Okt 2017