𝗠𝗘𝗡𝗚𝗔𝗣𝗔 𝗦𝗔𝗬𝗔 𝗠𝗘𝗠𝗜𝗟𝗜𝗛 𝗛𝗘𝗞𝗦𝗔𝗚𝗥𝗔𝗙 𝗗𝗜𝗞𝗘𝗠𝗕𝗔𝗡𝗚𝗞𝗔𝗡 𝗗𝗜 𝗦𝗘𝗞𝗢𝗟𝗔𝗛?
Oleh: Riami
𝗔𝘀𝘂𝗺𝘀𝗶 𝗮𝘄𝗮𝗹, 𝗵𝗲𝗸𝘀𝗮𝗴𝗿𝗮𝗳 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶𝗰𝗲𝘁𝘂𝘀𝗸𝗮𝗻 𝗝𝗶𝘀𝗮 𝗔𝗳𝘁𝗮 𝗶𝗻𝗶 𝗺𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗱𝗶𝗽𝗲𝗹𝗮𝗷𝗮𝗿𝗶, 𝘀𝘁𝗿𝘂𝗸𝘁𝘂𝗿𝗻𝘆𝗮 𝗷𝗲𝗹𝗮𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗶𝗹𝗮𝗶𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮 𝗺𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝘂𝗿𝗮𝘀𝗶 𝘄𝗮𝗸𝘁𝘂 𝗱𝗶 𝘀𝗲𝗸𝗼𝗹𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶𝗯𝗮𝘁𝗮𝘀𝗶 𝗷𝘂𝗺𝗹𝗮𝗵 𝗷𝗮𝗺.
Seorang guru harus menentukan materi ajar setelah analisis CP (Capaian Pembelajaran) dan menentukan alur tujuan pembelajaran. Secara garis besar pembelajaran bahasa Indonesia sejak dulu memang ada empat kemampuan yang harus dikembangkan, yaitu membaca, menyimak, berbicara dan menulis.
Seiring perkembangan waktu dan penyempurnaan kurikulum pun, bahasa Indonesia masih menekankan meliputi empat elemen yakni, membaca dan memirsa, menyimak, berbicara dan menulis. Maka dibutuhkan materi yang sesuai perkembangan anak juga akokasi waktu yang disediakan.
Memadukan antara inovasi, kreatifitas yang harus dikembangkan dan waktu yang akan ditempuh siswa guru harus terus memilih yang sesuai. Memang tak ada yang sempurna di dunia ini semua hanya mendekati ketepatan. Sejak awal mengajar di kurikulum sebelumnya pun saya tetap menerapkan praktik untuk mengaplikasikan materi yang sudah saya rencanakan. Namun sebelum ada heksagraf atau karya yang lain saya kembangkan juga teknik memberikan kebebasan jumlah paragraf untuk menulis cerita dengan mengembangkan deskripsi yang bergabung dengan teks lain.
Kali ini pun demikian. Bagaimana anak mengaplikasikan teks yang sudah dipelajari dari berbagai jenis untuk dipraktikkan menjadi sebuah karya, karena pendekatan untuk kurikulum mendalam ini tidak berbasis teks lagi. Melainkan bagaimana anak memahami, mengaplikasi dan merefleksi.
Tahun ini saya mengampu kelas 9, dengan menganalisis alokasi waktu yang disediakan mengamati unsur dan ciri heksagraf aku putuskan aplikasikasinya praktik menulis heksagraf.
Ciri dan Unsur yang saya kenalkan meliputi:
HeksaGraf
- Struktur enam paragraf
- Maksimal 555 kata
- Tiap paragraf maksimal 1 dialog atau tanpa dialog
P1 - Pembukaan
P2 - Konflik
P3 - Penyelesaian / Penutup
P4 - Kondisi Tokoh Saat pasca Ending
P5 - Plot Twist (menghasilkan penyangkalan Resolution di paragraf 3)
P6 - Klimaks - Konklusi final atau Ending yang Menggantung (tanpa resolusi).
Saya perkirakan untuk kelas 9 dengan alokasi waktu yang ada. Maka saya uji cobakan di sekolah.
Pertemuan awal dengan mengenalkan contoh dari pencetusnya (Jisa Afta) dan contoh yang saya buat.
Pertemuan berikutnya mengamati struktur. Contoh-contoh konflik, penyelesaian dan menulis twist yang menarik. Selanjutnya praktik. Inilah satu contoh heksagraf karya Siswa yang berhasil menulis lebih awal dengan durasi dua kali pertemuan.
Kamar Nomor Tujuh
Karya:Khalid Gamar N Fadillah R
Tidak ada yang ingin tinggal di apartemen ini terlalu lama,Aku terpaksa tinggal disini untuk menghemat biaya.Suasana tenang dan sunyi membuatku senang. Tetapi tetangga jarang terlihat, bahkan pemilik apartemen pun hampir tak pernah tampak. Awalnya aku senang, tapi makin lama aku merasa ada yang janggal. Terutama dari kamar nomor tujuh, tepat di sebelah kamarku.
Beberapa hari kemudian, aku mendengar suara ketukan dari dinding tetangga. "_Duk duk duk_" selalu tiga kali, setiap pukul dua belas malam. Kupikir itu suara tetangga iseng, tapi tak pernah ada suara lain dari kamar itu. Tak ada langkah kaki, tak ada suara televisi. Seperti tak ada yang tinggal di kamar itu hanya ada suara ketukan itu.
Rasa penasaran mulai menghantui ku, aku mencoba untuk mengintip dari lubang kunci kamar tujuh. Tapi lubang itu tertutup dari dalam. Saat kutanya pemilik apartemen, Pak Saka hanya berkata, "Kamar itu sudah kosong sejak tiga tahun lalu. Penghuni nya pergi tanpa pamit." Kata kata itu membuatku merinding. Jika kamar itu kosong, jadi siapa yang mengetuk nya?
Saat malam ketujuh, aku bermimpi tentang sosok yang duduk diam, ia membenturkan kepalanya ke dinding berulang kali. Aku terbangun dengan tubuh gemetar, lalu aku memberanikan diri untuk membuka kamar nomor tujuh itu. Pintu itu tidak terkunci. Di dalam nya gelap, kosong, dan suasana yang sepi. Tak ada perabot. Di lantai berserakan pecahan cermin. Di dinding ada bekas goresan goresan panjang seperti cakaran manusia.
Aku pun merasa takut. Sebelum pergi, mataku menangkap tulisan kecil di dinding, di tulis dengan spidol hitam. " *Tiga ketukan artinya masih kuat. Satu ketukan artinya menyerah .*" Saat itu aku sadar, suara ketukan itu bukan berasal dari luar. Tapi dari dalam kepala penghuni sebelumnya seseorang yang terlalu lama hidup sendiri, hingga pikirannya mengeluarkan suara yang tak bisa dibedakan dengan kenyataan.
Sekarang aku tahu
kamar nomor tujuh itu, sebenarnya kamarku sendiri.Dan setiap tengah malam, suara itu terdengar lagi. "_Duk duk duk_” Bukan dari luar, tapi dari dalam pikiranku sendiri.Mungkin sekarang, giliranku untuk menyerah.
*Inilah hasil klarifikasi strukturnya yang diujikan tim ahli.*
Klasifikasi Pemenuhan Struktur HeksaGraf
Berikut adalah penilaian ketepatan struktur berdasarkan unsur-unsur dalam Panduan Struktur HeksaGraf terhadap naskah "Kamar Nomor Tujuh".
P1 – Pembukaan
Isi: Paragraf pertama memperkenalkan tokoh, latar apartemen yang sunyi, dan misteri awal di kamar nomor tujuh.
Tepat / Tidak tepat: Tepat
Skor: 16.67%
P2 – Konflik
Isi: Paragraf kedua menjelaskan konflik utama yang dihadapi tokoh, yaitu suara ketukan misterius "duk duk duk" dari kamar sebelah setiap tengah malam.
Tepat / Tidak tepat: Tepat
Skor: 16.67%
P3 – Penyelesaian / Penutup
Isi: Paragraf ketiga memberikan resolusi awal bahwa kamar nomor tujuh sudah kosong. Ini secara permukaan menyelesaikan misteri suara ketukan, namun justru menciptakan pertanyaan baru.
Tepat / Tidak tepat: Tepat
Skor: 16.67%
P4 – Kondisi Tokoh Saat Pasca Ending
Isi: Paragraf keempat tidak menunjukkan kondisi pasca-ending. Paragraf ini adalah bagian dari klimaks cerita, di mana tokoh mengalami mimpi buruk dan memasuki kamar misterius tersebut.
Tepat / Tidak tepat: Tidak tepat
Skor: 0%
P5 – Plot Twist (Penyangkalan terhadap Resolution di P3)
Isi: Paragraf kelima memuat plot twist. Tokoh menemukan tulisan di dinding yang menyiratkan makna ketukan dan menyadari bahwa suara itu bukan berasal dari luar, melainkan dari pikiran penghuni sebelumnya. Ini secara efektif menyangkal resolusi di paragraf 3.
Tepat / Tidak tepat: Tepat
Skor: 16.67%
P6 – Klimaks / Ending Menggantung
Isi: Paragraf keenam berfungsi sebagai konklusi final yang menggantung. Tokoh menyadari bahwa kamar nomor tujuh adalah kamarnya sendiri dan suara ketukan itu sekarang berasal dari dalam pikirannya sendiri. Cerita berakhir dengan tokoh yang mempertimbangkan untuk "menyerah" tanpa resolusi yang jelas.
Tepat / Tidak tepat: Tepat
Skor: 16.67%
Rekapitulasi Penilaian Struktur
Unsur HeksaGraf Tepat Skor
P1 – Pembukaan Ya 16.67%
P2 – Konflik Ya 16.67%
P3 – Penyelesaian / Penutup Ya 16.67%
P4 – Kondisi Tokoh Pasca Ending Tidak 0%
P5 – Plot Twist Ya 16.67%
P6 – Klimaks / Ending Menggantung Ya 16.67%
Total Skor Rata-rata 83.33%
Klasifikasi Pemenuhan Struktur HeksaGraf
Kategori Rentang Persentase Hasil
Rendah 10% – 49%
Sedang 50% – 79%
Tinggi 80% – 100% Tinggi (83.33%)
Kesimpulan Akhir:
Karya "Kamar Nomor Tujuh" oleh Khalid Gamar N Fadillah R memenuhi semua struktur HeksaGraf secara tepat (kecuali P4) dan masuk ke dalam kategori Tinggi (83.33%) berdasarkan panduan struktur enam paragraf dan fungsionalitas naratif.
Meski tidak langsung 100 persen tapi aku yakin teman-temannya yang lain akan mengikuti. Dan saya tidak memaksakan tema, dan topik, biar anak-anak merasa bahagia dalam belajar. Hasilnya dalam tiga kali pertemuan ini sudah sekitar 10 karya yang masuk di WA saya. Yang lain sudah dalam bentuk tulis tangan tinggal ketik dsn kurasi, sebagian masih draf struktur.
Guru yang kreatif tudak untuk diri sendiri melainkan mengajak siswanya memang harus menyediakan waktu tersendiri untuk ruang diskusi. Saya beri waktu anak anak konsul di WA boleh lewat telepon, hingga jam 9 malam, bincang karya saat waktu waktu senggang di sekolah, di gazebo sambil menikmati bekal, kami diskusikan konflik konflik kehidupan sehari-hari dan twist-twist kehidupan nyata untuk ditulis dalam fiksi maupun fantasi dan dikemas dalam heksagraf.
Harapan saya anak-anak menulis ini menikmati proses dan hasil lulusan yang meliputi kognitif, psikomotor dan afektif bisa di dapat dengan proses memahami, aplikasi dan Refleksi.
Akhirnya terima kasih kepada pencetus heksagraf (Jisa Afta) dan semua anak-anak yang mau berproses dalam belajar dengan kesadaran.
Tulisan ini adalah awal keasyikan kami berproses. Ke depan harapan kami banyak lagi suksesnya dan menjadi buku antologi yang kelak bisa dibaca adik kelasnya.
Salam literasi
Semoga belajar tak berhenti pada teori.