Blog kepenulisan

Rabu, 02 Juni 2021

cernak Riami, yang muat kedaulatan Rakyat

Puasa Pertama Kiki
Oleh: Riami

Kiki anak ganteng berhidung mancung, masih duduk di kelas tiga SD, umurnya sembilan tahun. Mendengarkan pengumuman di tempat mengaji bahwa besok mulai tarawih dan puasa sangat senang. "Kak katanya besok mulai puasa." Suaranya lantang memberitahukan kepada kakaknya yang sedang duduk di ruang tamu saat itu.
Sore hari di ruang tamu. Kiki menceritakan kepada ibunya, "Bu kata bu guru senang dengan datangnya bulan Ramadan itu berpahala." Ibu tersenyum mendengar cerita Kiki. Sore yang gerimis ini membuat hati ibu bahagia, memiliki anak yang bisa memahami agama. Selanjutnya ibu meberitahu bahwa kita tidak cukup dengan senang tetapi kita juga harus menjalankan perintah-Nya yaitu puasa.
Tahun lalu Kiki berpuasa setengah hari. Setelah salat Zuhur Kiki berbuka, lalu berpuasa lagi. Itu semua untuk latihan. Sedangkan tahun ini Kiki akan berpuasa sehari penuh. Adakah tantangan yang berat untuk belajar berpuasa sehari tahun ini. Jangankan Kiki yang masih kecil kadang orang dewasa pun susah mengalahkan godaan dan menguatkan keimanan serta kemauan.
Tibalah waktu saur, biasanya Kiki bangun setengah lima untuk solat subuh saja. Tetapi kali ini dia harus bangun setengah empat untuk saur. Ibu sudah menyiapkan menu kesukaan Kiki. Rawon labu putih, telur dadar dan tahu krispi. Wajahnya tampak semangat saat saur. Dihabiskan satu piring kecil pagi itu dan segelas susu hangat.
Matahari mulai meninggi,  jam sepuluh pagi. Agak panas sedikit cuacanya. Tukang roti lewat di depan rumah dengan bunyi bel yang menggoda. Tet tot tet tot dan lagu tentang roti terdengar menggoda. Suara itu menggoda Kiki yang biasanya membeli roti. Dan kesukaannya adalah rasa coklat. Wajah Kiki memerah, sambil berteriak, "Buk bolehkah Kiki beli roti?". Ibu tersenyum dan menjawab Kiki, "Boleh asal makannya nanti sore."
Kiki mengangguk. Dibawanya roti yang dibelikan ibu ke kamar. Disimpannya di atas meja belajar. Rasa ingin tampak di wajahnya tapi ia menahannya demi bisa berpuasa sehari. "Ini tantangan, yang harus kita lalui. Inilah ujian, supaya kita bisa merasakan bagaimana anak-anak lain kadang ingin roti tapi tak bisa beli. Kasihan kan?" Celetuk kak Farro dari dalam rumah. "Iya kak Kiki harus belajar menahan ingin, supaya bisa puasa sampai sore," jawab Kiki penuh semangat.
Hari semakin siang. Tenggorokan Kiki terasa kering. "Mari berwudu untuk salat Zuhur ya. Agar kita mendapat pertolongan untuk kuat berpuasa sehari," seru ibu. Kiki dan Farro mengikuti ibu untuk salat Zuhur. "Setelah salat kalian boleh belajar sebentar satu jam saja ya dikerjakan tugas sekolah bila lelah dilanjut nanti sore sebelum buka. Kita malam tarawih dan membaca Alquran. Kiki boleh membaca surat surat pendek saja yang sudah bisa," ibu menyampaikan kepada Kiki. Kiki masih tampak kuat. Meski sesekali ia memegangi roti yang dibelinya. Tapi ia tetap bertekad untuk puasa sehari penuh.
Hari menjelang asar. Ibu mulai menuju dapur untuk memasak. Bumbu bumbu disiapkan. Kali ini Kiki minta buka dengan nasi goreng. Yang lain ibu juga memasak pepes pedas dan sayur daun kelor. Selesai memasak pepes dan sayur kelor, ibu menyiapkan masih goreng pesanan Kiki. Ibu menurutinya agar Kiki bahagia saat puasa. Disiapkan sosis, telur dan bumbu. Nasi satu piring kecil seukuran Kiki.
Pukul lima sore aroma nasi goreng menguar hingga ruang tamu. Kiki menelan ludah. "Wah enak sekali bau nasi gorengnya Bu?" seru Kiki dari ruang keluarga sedang menonton TV. "Bolehkah aku mencium nasinya? Biar aromanya masuk? Aku ingin sekali!"  Kata Kiki merajuk.
"Wah kalau sengaja tak boleh. Kamu sedang puasa. Jika tak sengaja membau itu ya tidak apa-apa. Kan kita memang harus siapkan menu buka. Kamu harus sabar buka puasa sebentar lagi. Saat berbuka pun kita tak boleh senang yang berlebihan. Kita harus pelan-pelan dan bersyukur bisa puasa ya." Ibu menyiapkan makanan untuk berbuka di meja makan. Kiki melihat nasi goreng di piring. Rasa ingin sekali lagi ditahannya. Belajar sejak kecil untuk memahami aturan agama dan merasakan peduli untuk orang lain. Agar kelak ketika dewasa menjadi orang yang taat beragama juga memiliki rasa simpati kepada orang lain.
Bedug magrib tiba. Suara azan di musala terdengar Sampai rumah. Kiki dan keluarga berbuka. Puasa pertama Kiki sukses. Semoga puasa berikutnya sukses juga ya. Usai berbuka salat magrib di rumah. Kiki kecil yang pintar. Setelah berbuka Kiki dan Farro berangkat ke musala untuk persiapan tarawih.



















Tentang Penulis
Riami, tinggal di Malang. Pernah menulis di Malang Post, , penulis buku "Catatan Harian Belajar di Bukit  Nuris", "Pelangi Kerinduan", " Kisah Romansa di Negeri Awan", "Serpihan-serpihan Kisah Kita", Dua Mata Haiku, bersama Mohamad Iskandar, Sajak Biru, dan Harmoni Tiga Penjuru Bersama Mohamad Ikandar dan Ani Herinia.   Aktif menulis di kompasiana.com, aktif di Group Sahabat Guru Super Indonesia, Competer, Kepul (Kelas Puisi Alit), Ruang Kata, dan Group Puisi Bekasi, juara 2 Anugerah Competer Idonesia tahun 2021.  Mengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang. Instagram: Riami7482, Face book: Ria Mi, Blog kepenulisan pribadi: http://riaminuris.blogspot.co.id, 
No. WA: 085100054846
Share:

Senin, 26 April 2021

Yuk Menulis Puisi

Bismillahirrohmanirohiim
Assalaamualaikum Warohmatullohi wabarokaatuh

Yuk Menulis Puisi

Untuk menulis puisi biasakan berlatih dengan kata / kalimat biasa lalu tulis lagi dalam bentuk kalimat puitis dan imajinatif.

Misal:
Sedih(Kata biasa)

Perih
Luka
Awan
Meradang
(pilihan kata yang puitis dan imajinatif)

Aku rindu( kalimat biasa atau tidak puitis dan imajinatif)

Aku mengukir senyummu
Teringat akan tawamu yang renyah
Masih di relung hatiku lesung pipimu yang indah
(Kalimat yang puitis dan imajinatif)

Aku menyayangimu
(Kalimat biasa / tidak puitis dan imajinatif

Napasku tetap ingin menjagamu sampai senja berakhir.
Aku ingin menjadi bulan yang menyimpan sinarmu sebagai matahariku
(Kalimat imajinatif dan puitis)

Selamat mencoba
Anggaplah apa saja bisa berkomunikasi denganmu melalui indra, lalu tulislah
Maka akan menjadi puitis insyaallah tidak depresi karena kau telah ceritakan kepada alam dengan cara yang puitis maka alam akan menyentuhmu dengan kasih

Mengapa kita perlu belajar puisi?

 Banyak orang yang sedih tapi tidak bisa menuangkan dalam kalimat bijak tapi malah frustasi
Menulis puisi adalah salah solusi baik di sela sibuk maupun apa saja

Contoh:

Yang Tak Terabadikan

Aku ucapkan terimakasih pada-Mu Tuhan, untuk segala hal yang Kau buat aku lupa, juga tak terabadikan.

Sebab subuh ini baru aku sadar, bahwa malam yang terlewatkan adalah hal yang berbahaya buatku

Bukit Nuris, 2020
 ~ Riami ~

Materi disampaikan dalam kegiatan Ekstra menulis Bahasa Indonesia oleh Riami, di kelas menulis online SMPN 2 Pakisaji.

(Riami, 21 Agustus 2020)

_Selamat Beraktifitas semoga bahagia dan berkah serta yang sekelumit ini bermanfaat_🙏🙏🙏

Tentang Penulis
Riami, tinggal di Malang. Pernah menulis di Malang Post, , penulis buku "Catatan Harian Belajar di Bukit  Nuris", "Pelangi Kerinduan", " Kisah Romansa di Negeri Awan", "Serpihan-serpihan Kisah Kita", “Dua Mata Haiku”, bersama Mohamad Iskandar, “Sajak Biru”, dan “Harmoni Tiga Penjuru Bersama Mohamad Ikandar dan Ani Herinia”.   Aktif menulis di kompasiana.com, aktif di Group Sahabat Guru Super Indonesia, Competer, Kepul (Kelas Puisi Alit), Ruang Kata, dan Group Puisi Bekasi, juara 2 Anugerah Competer Idonesia tahun 2021.  Mengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang. Instagram: Riami7482, Face book: Ria Mi, Blog kepenulisan pribadi: http://riaminuris.blogspot.co.id, 
No. WA: 085100054846

Share:

Sabtu, 24 April 2021

Puisi Kehilangan


*Kehilangan*
*_: Radhar Panca Dahana_*
Oleh: Riami

Aku kehilangan dirimu
Aku kehilangan jarimu yang rela mengukir apa saja demi kebaikan dunia dari sisi yang banyak orang tak paham

Tapi, aku tak kehilangan semangatmu yang menyala di seluruh sudut negeri dalam batin puisi
Kau wariskan kepadaku sebuah sajak mengolah sunyi dalam diri

Katamu, "pikiran tak perlu istirahat"
Seperti kau selalu menguliti kata dalam puisi
Dan kisah-kisah yang tak henti kau papar dalam dekap waktu
Bang, meski dengan ngilu aku harus belajar tabah dari ginjalmu
Sepuluh tahun dalam nyeri tapi bibirmu selalu kau latih tidak mengucap keluh

Kau rajut sunyi bersama rangkaian kata
Aku kehilangan tubuhmu, lalu aku menemukan makna di balik suratan kata, dalam lembar-lembar berita. Yang mengisahkan kegigihanmu

Usiamu telah ditutup, menuju perjalanan abadi
Dan sunyimu jadi tempat menyepi membaca diri

Bukit Nuris, April 2021

Tentang Penulis
Riami, tinggal di Malang. Pernah menulis di Malang Post, , penulis buku "Catatan Harian Belajar di Bukit  Nuris", "Pelangi Kerinduan", " Kisah Romansa di Negeri Awan", "Serpihan-serpihan Kisah Kita", “Dua Mata Haiku”, bersama Mohamad Iskandar, “Sajak Biru”, dan “Harmoni Tiga Penjuru Bersama Mohamad Ikandar dan Ani Herinia”.   Aktif menulis di kompasiana.com, aktif di Group Sahabat Guru Super Indonesia, Competer, Kepul (Kelas Puisi Alit), Ruang Kata, dan Group Puisi Bekasi, juara 2 Anugerah Competer Idonesia tahun 2021.  Mengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang. Instagram: Riami7482, Face book: Ria Mi, Blog kepenulisan pribadi: http://riaminuris.blogspot.co.id, 
No. WA: 085100054846


Share:

Kamis, 15 April 2021

Puisi Riami yang dilagukan oleh Aan Nawi

Tentang Matahari

Oleh: Riami

Tentang matahari aku tak perlu ragu
Meski kau sedang bersembunyi di balik kabut
Aku yakin panasmu akan selalu menembus gumpalan awan

Lalu kau akan datang menemuiku hingga senja
Malam, di mana itu sebenarnya kau tetap berjaga untuk seluruh jagat, mengitari waktu

Besok pagi kau kembali
Membawakan aku kehangatan pada kulitku yang mulai menggigil
Oh matahariku, teruslah hangatkan dunia

Bukit Nuris, 2021


https://youtu.be/IqGlczQXhHY

Share:

Selasa, 08 Desember 2020

Puisi Anti Korupsi_Mohamad Iskandar

*Puisi Anti korupsi* Mohamad Iskandar

OPERA TIKUS

bergerak mengerat
di atas ladang
negri subur
bedebah!

08/12/2015

KORUPSI

memburu dedosa
dirayu setan
lahir batin
tersesat

09/12/2015

KORUPSI 2

airmata palsu
linang nurani
mati rasa
biadab!

09/12/2015

PERSIDANGAN

samar hitam putih
hukum terbeli
menang uang
terbebas!

02/12/2015

PERSIDANGAN 2

menggelar perkara
di gedung dewan
olah lidah
menipu

09/12/2015
Share:

Sabtu, 28 November 2020

Sajak di Atas Laut

Sumber gambar: Pixabay.com

*Sajak di Atas Laut*
Oleh: Riami

Engkau tak pernah menghitung berapa tetes peluhmu dalam mengarungi laut menuju pintu gerbang penuang ilmu

Di atas laut segalanya bisa terjadi, tapi keyakinan mengalahkan segala
Dan sajak-sajak nyata yang kau ukir di atas perahu pasti akan bercerita bagaimana engkau berebut pagi dengan camar 

Buku-buku dalam tas yang basah adalah sajak terindah yang kau persembahkan buat negeri juga sekuntum hati

Berhari, dalam detik terlewati
Pukul 5.15, lebih 3 detik aku melepas lambaimu di atas perahu
Dan hatiku bergemuruh dalam pasrah dan doa-doa untukmu bapak guru
Pasti suatu hari setiap yang kau lewati menjadi sajak indah di hari senjamu

Bukit Nuris, 29 November 2020
Share:

Minggu, 22 November 2020

Puisi Dwi Candra

Dwi Candra Loka Saputra atau biasa dipanggil Dwi Candra, lahir di Malang, 10 Juli 2004. Mencintai sastra sejak di SMP (2018) dan saat ini (2020) ia tengah menempuh pendidikan di SMKN 7 Malang. Menjadi pemuda yang multitalenta adalah salah satu impiannya. Bisa dibuktikan dengan banyaknya hobi yang ia lakukan: seni rupa, tanaman, kerajinan tangan,  fotografi, videografi, dan desain, serta hal-hal lain yang tidak terduga. Orang sering heran dengan kesukaanya yang lain (lebih tepatnya kebiasaanya) yaitu minum kopi, entah kenapa, tapi mereka sering menganggap turunan dari kakeknya yang juga suka minum kopi. Kalau mau menghitung kesibukannya berkarya, bisa dilihat di akun instagramnya: @dwicandra.saputra sebagai media sastra dan @candraart_ sebagai media seni rupa.


Sehabis Malam Tenggelam

Sehabis malam tenggelam
kaupun mengerti:
cermin di lemari itu 
tak lagi memimpikan bayangmu,
koran yang bertumpuk itu
telah berparuh dengan debu,

kau juga mengerti:
bunga di halaman gugur, 
gerimis datang selirih perahu meraih tepi,

kini kaupun juga mengerti:
orang-orang bertandang
berkumpul
menyaksikanmu mandi, 
berpakaian, 
dan barangkali
mereka ikut-ikutan
membuangmu ke liang
     ketika reda gerimis panjang

Sedang burung segera bergegas
dan embun terkesiap mengangguk
ketika kau lewat dengan harum
     seharum ayat berdengung


Dwi Candra, Malang, 2020
Share:

Advertisement

BTemplates.com

Elegant Themes

Advertisement

Popular Posts