Blog kepenulisan

Kamis, 24 Mei 2018

TAMAN MISTERI-CERPEN EVENT



#Event_1_karya_1_hari_dalam_30_hari
#JisaAFTa
Karya ke-31
 
TAMAN MISTERI
Karya: Riami

Malam ini benar-benar menjadi hal yang luar biasa. Bagi gadis cantik yang berprofesi sebagai detektif. Ah tidak mudah menjadi detektif. Apa lagi wanita. Selain butuh nyali, butuh keahlian khusus, juga ahli bela diri. Paling sulit adalah ahli mencium masalah. Atau hal-hal yang tidak wajar dalam sebuah kasus. Kali ini  Azeni Gangan mendapat tugas untuk mengusut kematian wanita misterius. Sebab sudah tiga kasus serupa terjadi di daerah ini. Di sebuah kota kecil bernama Stenlyst  telah terjadi penculikan gadis dan belum ditemukan. Ketiga gadis itu setelah ditelusuri pernah pergi kencan bersama seorang laki-laki tampan. Tetapi setelah berkencan dinyatakan hilang.

Malam ini tugas diterima. Meski untuk itu semua dia ditemani sepuluh detektif pria dan dilengkapi dengan alat perekam yang canggih yang bisa langsung terhubung dengan kantor kepolisian kota. “Azeni, kenapa kamu berani malam-malam masih berada di Halte ini? Aku temani ya?”, tanya seorang lelaki tampan kekar dan simpatis penampilannya. Seperti aroma anyir ditangannya. Azeni hanya mengangguk. “Sedang tidak ada yang antar Bang, abang dari kerja.? Menurut perkiraanku jam delapan masih ramai ternyata sudah sepi. Jadi kuputuskan untuk telepon kakakku.” Jawabku mulai ingin berbincang dengan pemuda itu. “Kenalkan namaku Xenko kamu siapa?” “Azeni Gangan.” “Nama yang bagus. Apa tidak ada yang menjemput?” “Ada masih mau saya telepon,” jawabku.  “Kuantar pulang mau ya Ning?” “Apa abang tidak kejauhan nanti pulangnya?” “Tidak kebetulan abang pulangnya searah dengan Ning Azeni.” “Tidak biasa diantar orang yang belum saya kenal. Besuk saja kalau pulangnya agak siang ya. Ini aku sedang menunggu taxi.” “Baiklah. Boleh minta nomor telepon?” “Boleh 085555978643,” Oke kucatat.

Malam semakin pekat. Pukul sembilan. Azeni dijemput oleh teman seprofesinya. Di perjalanan tidak banyak bicara. Karena begitulah sesama detektif tidak boleh banyak bicara yang tidak penting di jalan. Sampai di rumah ia mandi air hangat, ganti baju dan hendak tidur. Sudah hampir terpejam Hpnya berdering. “Hai, masih ingat denganku?” “Masih Bang Xenko?” “Ada apa malam-malam telepon?” “Bisakah kita mengenal lebih dekat?” “Maksudnya?” “Ya misalnya besuk kita siang bersama. Atau kapan hari bisa refresing bersama.” “Dimana kalau refresing.” Di Vilaku bagus pemandangannya.” “Oh iya, boleh mengajak teman Bang?” “Tidak boleh lah jadi gak seru. Dan banyak teman bikin dompet abang kehilangan banyak isi ATM.” “Ah Abang pelit ah.” “Ya udah boleh.” Siang itu aku dan temanku mengahadiri undangan Xenko ke Vilanya. Berada di puncak sebuah bukit Vila ini sangat keren. Sungguh menakjubkan.

“Sebenarnya kamu kerja di mana? Vilamu keren banget?” “Kerja di perusahaan ayahku. Sebuah perusahaan tekstil.” “Ow berapa hari sekali kamu kemari?” “Dulu setiap minggu. Tapi setelah putus dengan pacar saya jadi malas. Baru kali ini saya kemari lagi.” “Yang merawat taman itu siapa bunganya indah sekali.” “Ada Juru taman setiap hari datang, kecuali hari Minggu dan tanggal merah.”

Setelah perkenalan dan tiga kali bersama temanku aku mulai beraksi ke sini sendiri hanya bersama Xenco. Hari sudah hampir magrib sampai di Vila. Aku solat dulu. Ketika aku ambil air wudhu di kamar mandi belakang seperti kudengar suara rintihan. Ah, apakah hanya perasaanku saja? Aku tidak mengerti. Lalu aku sholat di sebuah kamar kosong. Di sini di sebuah Vila yang besar milik Xenco tidak ada tempat untuk sholat. Karena itu aku memilih ruang kosong dekat gudang. Lagi-lagi suara rintihan menggoda sholatku. Seperti suara wanita. Kukirim pesan pada temanku. Suara mencurigakan dengan bahasa sandi. Selesai sholat aku melihat-lihat. Ada taman di dekat kamar kosong. Banyak tulisan relief tentang cinta. Gambar-gambar wanita cantik. Seperti ada nyawanya. Tiba-tiba sekelebat bayangan telah menarikku ke dalam gudang kosong. Tapi sangat menyeramkan. “Kamu jangan ke taman itu. Sungguh aku di sini dalam bahaya. Sudah tiga orang yang dibunuh oleh pemuda itu. Aku tak tahu alasannya. Tapi dia mengajak berdansa di taman itu lalu membunuhnya.” “Ow.” Aku pura-pura takut. Atau agak takut ya.

“Lalu kamu kenapa di sini?” “Saya juga baru kemarin diajak ke sini. Lalu aku di sekap di gudang ini. Tadi ketika juru taman  membuka gudang aku keluar. Dan malam kemarin aku melihat sendiri di bawah sorot lampu taman seorang gadis di tusuk dengan pisau. Setelah itu dikubur di taman itu. Lalu di tutup dengan rumput taman dan bunga-bunga dalam pot. Salah kita terlalu mudah terjebak pemuda tampan. Bagaimana ini.” “Tenang! Jangan berinsik!” “Tenang bagaimana!” Seru gadis itu hampir tak terdengar. “Kau bisa bela diri. Bisa sedikit. Dulu aku pernah belajar silat tapi tidak sampai selesai.” “Baik itu cukup menjadi bekal kita untuk lari.”

          ***  ***  ***
Hari mulai gelap. Kami berdua berencana ingin keluar dari Vila itu. Tapi sampai di depan taman yang penuh relif itu tiba-tiba Xenco menyapaku. Hee mau kemana kau cantik. Kita belum berdansa. “Jangan ikut berdansa kata gadis itu. Nanti kau pingsan.” Aku segera sadar. Segera kupakai alat penutup wajah dan hidung agar tak bisa menghirup udara yang berbahaya. Alat yang kupakai sayangnya hanya membawa satu. Dengan alat ini semua zat bisa tambar. Kasihan gadis ini pasti nanti pingsan.

Betul malam ini kusaksikan Xenco mengajak gadis itu berdansa dan sepertinya kulihat dia tak sadarkan diri. Tiba-tiba kulihat sebilah belati di keluarkan dari pinggangnya. “Plak!” kusepak tangannya dan jatuhlah belati itu. Dengan tendangan itu Xenco tidak sadar bahwa telah memancing seluruh temanku untuk hadir di lokasi kejadian yang sedang ku alami.

Tetapi kelompok detektifku belum masuk dalam ruang taman rahasia penuh misteri itu. Aku terlibat perkelaian yang sangat seru. Kami berlarian sepanjang lorong di dalam Villa itu. Ternyata ada jalan menuju semak belukar yang berada di belakang Vila itu. Vila ini tampak sendiri. Tidak ada tetangga. Sehingga menjerit seberapa pun kamu tak akan ada yang mengerti. Setelah itu kami duel. Dan prak tendanganku tepat mengenai rahangnya. Dia terjatuh. “Aku mulai sadar. Kau bukan gadis seperti biasa. Pasti kau sedang membuntutiku untuk mau membawaku ke penjara. Aku tidak mau. Aku akan membunuhmu!” “Jangan lebih baik kamu menyerah daripada kutembak. Lalu pemuda itu pun mengeluarkan sebuah pistol. Benar-benar orang kaya. Sebab hanya orang kaya dan mendapat izin yang diberi hak untuk memiliki senjata. Baku tembak pun terjadi. Ow serasa puluru ada di pelipisku. Hampir saja. Kubiarkan dia menembak duluan dengan pistolnya yang berbunyi itu. Duz ... terpaksa kulumpuhkan dengan senjata rahasiaku. Kutembak satu kakinya. Kulihat dia masih menembak tapi pelurunya sudah habis. Seperti hendak mengambil peluru lagi. Duz... kutembak lagi dibagian tangannya. Door! Aku masih mendengar suara itu dan kulihat lenganku berdarah.

Wah kenapa temanku belum juga datang. Aku berlari. Bersembunyi di balik patung dalam dalam taman itu. Aw tiba-tiba kakiku terperosok. Ternyata ada jalan lagi menuju seperti rumah kecil di pinggir danau. Kami pun tetap melanjutkan pergulatan. Di sini kulihat dia menangis. “Kamu tahu? Kenapa aku menangis. Di sinilah ayah dan ibuku dibunuh. Oleh seorang wanita. Karena itu aku selalu mengajak wanita-wanita itu kemari untuk kutunjukkan pada ayah ibuku. Bahwa aku telah berhasil menemukan pembunuhnya. Dan aku sendiri yang akan menghabisinya.” Kulihat dia membuka pintu rumah kecil itu. Meski agak takut kuikuti dia. Ada dua tengkorak dalam rumah kosong itu. “Inilah ayah ibuku yang dibunuh itu. Apakah itu temanmu?” Dia bertanya padaku. “Bukan aku tidak memiliki teman seorang pembunuh. Lalu itu tengkorak siapa?” Tengkorak ini adalah ayah dan ibuku.” “Ya kau mengambilnya di mana. Di ruang gudang sebelah. Berikan padaku untuk diteliti.” “Tidak aku tak kan memberikan padamu. Dan pada detik berikutnya tiba-tiba sebuah belati kecil menancap di kakiku. Dia lihai sekali meski kelihatan lemah. Dan aku tak berdaya. Setelah itu aku tidak tahu apa-apa. Yang kutahu aku sudah dibawa temanku detetif lainnya ke rumah sakit. “Kau sudah aman. Kau benar-benar detektif wanita yang tangguh.” “Tapi aku belum bisa meringkus penjahatnya. Penjahatnya sudah kami ringkus tinggal menunggu proses pengadilan. Ow Terasa bisa bernafas. 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Advertisement

BTemplates.com

Elegant Themes

Advertisement

Popular Posts