Blog kepenulisan

Selasa, 10 April 2018

Cerpen PERAHU KERTAS



#Event_1_karya_1_hari_dalam_30_hari
#JisaAFTa
Karya ke-17

Perahu Kertas

Bulan pada siapa aku harus berbicara bahwa catatan kertas ini untukku tapi cintanya untuknya. Namun untuk menjaga perasaan anak-anak aku harus menyembunyikan ini semua. Pada garis lengkung yang memanjang sepanjang hatiku dan hatimu terasa banyak duri. “Tesa apa lagi yang kau cari dari suami yang telah mengkianatimu?” Tanya Glandi padaku. “Seka-rang aku sudah tidak peduli dengan perasaanku sendiri Glandi. Bagiku sekarang yang ada dalam hatiku adalah tiga permata yang dititipkan Tuhan padaku.” “Itu namanya kamu menyiksa diri. Memperhatikan orang lain bukan berarti melupakan perasaan sendiri.”
Kuminum pesanan jeruk hangat di kafe tempat pertemuan kerja kami. Tapi tak sedetikpun aku ingin membagi rasaku dalam selembar kertas dengan orang lain. Bukan aku tidak memikirkan perasaanku Glandi. Kau tidak tahu bahwa hati setiap anak tetap memikirkan ayahnya kandungnya sendiri meski ayahnya telah menyakiti ibunya. “Heem minum jangan banyak melamun nanti kamu sakit.” “Siapa melamun. Jangankan sekarang anakku telah tiga. Tak sempatlah untuk melamun. Memimirkan mereka bertiga rasanya tidak ada henti. Wajah-wajahnya memang sangat menghibur rasaku. Jika menuruti cemburu aku memang sakit Glandi.” “Jangan sampai kau sakit Tesa. Dunia ini tak selebar daun kelor. Aku tahu kamu sudah bercerai. Suamimu itu kalau ke rumah hanya untuk menengok anaknya itu pun kalau dia sempat. Heem apa kau igin kembali dengannya dan menjadi istri kedua.” Rasanya kalimat Glandi yang ini begitu menyakit-kan. Aku tahu Glandi simpati padaku. Ia memang hidup sebatang kara setelah anak dan istrinya meninggal dalam kecelakaan itu. Ia juga sering traktir aku.  
Entahlah pernyataannya barusan membuat aku ingin pergi dari meja makan kantin. Aku berlari menuju mobil. Masuk kustater mobil dan kutinggalkan dia di kantin tanpa pamit. “Tesa! Tesa! Tesa-Tesa sebentar suaranya agak parau tak kuhiraukan. Tahu tahu dia sudah di depan mobilku. “Gilaaa! Spontan kakiku menginjak rem tapi tetap saja spion kananku menabarak dahinya. Darah mengucur. Aku panik. Kusuruh masuk dia dalam mobilku. Kami tanpa bicara mobil aku gas menuju rumah sakit.
Sebuah luka didahi telah diperban. Wajahnya tersenyum padaku. “Apa kau mau membawaku ke polisi Karena telah mena-brakmu?” “Hemm lain kali kau tidak boleh begitu. Kau itu jangan emosional. Meski kau tak mau menerima cintaku kau tak harus begitu ngebut dalam perjalanan itu berbahaya buatmu. Aku tetap menunggumu. Andai kau tidak menikah denganku aku pun akan menunggumu sebagai sahabatku. Aku sudah tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Anak dan istriku sudah tiada. Makanya aku kembali hijrah ke sini. Darimana aku tahu kamu bercerai itu dari kakakmu Darmaji. Meski kita tidak berjodoh kuharap kau tidak membenciku.”
“Bukankah kau orang pertama yang meninggalkanku. Kau tahu hatiku sangat sakit saat kau memilih menikah dengan pilihan ibumu. Tapi aku tahu laki-laki harus berbakti pada orang tuanya. Dan aku pun tetap mendoakan kebaikan untukmu. Aku tidak pernah berharap kau kembali padaku. Makanya sebenarnya sejak setahun sepeninggal istrimu suamiku sudah mulai selingkuh dengan teman sekerjanya itu. Tapi aku tak ingin bercerita padamu. Semua semua demi kebaikanmu supaya kamu ketemu orang yang tepat bukan wanita yang sudah banyak memiliki anak.”
“Heem kenapa kau punya pemikiran begitu. Aku mencintaimu apa adanya. Bagiku anakmu juga anakku. Berbagilah denganku. Jangan siksa batinmu dengan memendam kepedihanmu seorang diri. Ayolah Tesa. Menikahlah denganku. Aku akan mengganti perahu kertas ini menjadi kapal selam untuk kau aku dan anak-anakmu”
 “Beri aku wakyu Glandi, rasanya dalam pikirku semua lelaki sama. Tak ada lagi cinta di sini, dulu ketika kau menikah dengan pilihan ibumu hatiku begitu sakit. Untung aku punya sahabat yang sering mengajakku pengajian. Lambat laun aku bisa memahami bahwa kau ditentukan tidak lagi menjadi jodohku. Sampai suatu hari ada orang yang memperhatikanku, tapi ternyata cintanya hanya di atas kertas. Perahuku perahu kertas, mudah robek dan tenggelam. Untung aku masih diberi kekuatan oleh Tuhan.” Tiba-tiba tak terasa buliran deras mengalir di pipi keruhku. Ah mengapa aku cengeg begini. Saputangan pink terulur dari jafri kekar di depanku. “Maaf kalau aku menyakitimu, bersabarlah, aku akan tetap menjadi sahabatmu sampai kau menemukan orang yang sangat menyayangimu. Berhentilah menguras air mata, sudah saatnya kamu bahagia.” Meski begitu kalimat terakhirnya tak membuat aku jatuh cinta sebab jatuh dari perahu kertas telah membuatku trauma.  
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Advertisement

BTemplates.com

Elegant Themes

Advertisement

Popular Posts