Blog kepenulisan

Jumat, 20 April 2018

CERPEN "BONPRING"



#Event_1_karya_1_hari_dalam_30_hari
#JisaAFTa
Karya ke-19


BONPRING

Perjalanan penjelajahan sudah hampir magrib reguku tiba di pos terakhir. Sampai di hutan bambu terasa begitu mencekam. Suara ringkik kuda kudengar menakutkan. Aku bersama Tea, Jamil, Rita, laily, Iyis, Rika, Monik, bertujuh menyelusuri hutan bambu yang kian pekat. Jalanan yang kian gelap membuat kami harus menggunakan senter. “Suara kuda tadi di mana ya?” Tiba-tiba Tea menanyakan padaku. “Ah jangan pikirkan itu, yang terpenting bagaimana kita bisa terbebas dari hutan bambu yang menakutkan ini. Kenapa tadi kita bisa kesasar ya? Apakah ada yang jail mengganti petunjuk arah?” tanyaku tak ada yang menjawab.

Regu 20, ketuanya Laily. Ah tak perlu takut sebenarnya sebab dia menguasai bela diri. Kami bertujuh ada tiga yang menguasai beladiri Taekwondo. Yaitu ketua regu, Tea dan Monik. Rita, rika dan aku menguasai sandi-sandi. Iyis pandai sekali menari dan menyanyi. Ah tapi kami bertujuh orang bilang pasukan tahan banting. Meski mendaki bukit-bukit. Tiba-tiba di tengah hutan kira kira pukul 20.00 WIB, ada segerombol orang berpakaian serba hitam menghadang perjalanan kami. “Berhenti! Siapa kalian. Malam-malam masih di hutan bambu ini.” “Kami regu pramuka yang sedang melaksanakan jelajah alam.” “Oh jelajah alam. Kenapa sampai selarut ini.” “Ya kami tersesat. Tolong kami pak.” “Ha haha kami akan menolongmu. Ikutilah kami.”

Kami pun sepakat untuk mengikuti kelompok berseragam hitam-hitam itu. Namun terasa perjalanan kami semakin jauh dari bumi perkemahan. “Kenapa terasa semakin jauh dari bumi perkemahan?”, tanya Tea. “Ah menurutmu lewat mana yang lebih dekat. Apa kamu tahu jalannya?” “Tidak hanya perasaanku saja,” jawab Tea. “Ya terasa semakin bukan jalan menuju kampung kemah,” Timpalku. “Ya betul,” kata Jamil. “Aku takut,” seru Rita. “Kenapa kita tidak kembali saja ke jalan tadi, kita bisa terlambat api unggun kalau begini?” kata Iyis  “Ah jangan pikir api unggun dulu yang penting bisa keluar dari kampung mengerikan ini!” bentak Rika. “Berhenti grak!” Kudengar aba-aba dari laily ketua regu kami. “Kita putuskan berhenti di sini!” siapa yang hpnya masih hidup. Punyaku mati kata Laily.” Hpku jawabku. “Tolong hubungi Pos komando. Kita tersesat.” Baik. Hp kukeluarkan dari tas. Memang aku sengaja untuk membiarkan hpku mati dulu biar gantian saat hendak menghidupkan hp, tiba-tiba tangan kekar menarikku. Bug! Tendangan dari Laily membuat lelaki itu roboh. Hp yang tadi diambil dari tanganku terpental dan Tea segera mengambilnya.

Aku benar-benar ketakutan. Iyis menangis. Rita mengeluarkan Hp juga. Rupanya ia berhasil menguhungi pos penjagaan panitia. Tapi  gerombolan penjahat itu marah. Mereka mengeluarkan senjata. “Ah jangan teriakku ketakutan. Tea, Laily dan Monik siap siaga dengan tongkat di tangan mengambil kuda-kuda. Tidak ada senjata yang kami bawa. Kami hanya regu pramuka. Hanya pisau kecil terselip di pinggang. Itu pun bukan untuk berkelai. Saat semakin genting. Iyis yang tadinya menangis kulihat mulai diam ketakutan. Aku sendiri berjaga jaga saja. Aku sebenarnya takut juga. Karena aku tidak bisa bela diri.

Prak tongkat Laily patah terkena serangan pedang. Monik memukul tengkuk penjahat yang satunya hingga pingsan. Tapi masih ada empat penjahat. Tea segera melempar pisau tepat mengenai kaki salah satu penjahat. Dia jatuh. Ah masih ada tiaga penjahat lagi. Yang satu mendekatiku. Tiba-tiba plak serangan monik mengenai rahangnya.

Teman penjahat itu tidak terima yang dua meneyekapku di bawah pohon. Mereka mengikat dengan tali pramuka. Kalau temannku tidak mau menyerah akan membunuhku. Pedang diayunkan oleh penjahat itu. “Aaaaah aku berteriak ketakutan. Entahlah apa yang kupikirkan aku tidak tahu. Yang kutahu semua teman membangunkanku. Ternyata aku pingsan saat penjelajahan. Lalu dibawa ke puskesmas. Dan aku bermimpi sepanjang perjalanan. Ah jadi malu kulihat ada kepala sekolah. Juga guru-guru yang mendampingi perkemahan. “Ah sudah siuaman!” suara Tea kudengar di sebelahku. “Ah kenapa kamu pingsan jadi tidak merasakan serunya penjelajahan.” “Tapi mimpiku sangat seru monik” “Ah kamu, rugi ikut kemah kalau hanya untuk bermimpi.” Seru Rita. Ayo makan yang banyak biar api unggun nanti tidak pingsan dan bisa bernyanyi bersama Iyis, kata Rika meledekku. Pak Guru Afta yang dari tadi melihat celoteh kami di ruang puskesmas hanya tersenyum. “Apa kamu pulang saja Ria?” “Ah tidak pak aku ingin sampai besuk terakhir. Insyaalloh kuat pak. Entahlah kenapa tadi waktu penjelajahan bisa begitu. Aku mohon maaf ya pak, jadi merepotkan semua orang. Ya sudah kembali kalian ke tenda. Dan Ria istirahat dulu ya. Sampai jam sebelas nanti api unggun dimulai.” “Iya pak” jawabku dengan nada malu. “Ah bonpring penuh kisah,” bisikku dalam hati.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Advertisement

BTemplates.com

Elegant Themes

Advertisement

Popular Posts